KOMPAS.com - Di antara penderita sakit punggung, tak sedikit yang memilih pengobatan chiropractic. Salah satunya adalah Allya Siska Nadia, yang memilih chiropractic sebagai terapi untuk menyembuhkan nyeri lehernya.
Metode pengobatan chiropractic ini berdasarkan pada manipulasi tulang belakang. Dilakukan secara manual atau dengan tangan, bisa dengan pemijatan dan penekanan titik-titik yang tidak beres di bagian tulang belakang lalu mengoreksinya, mengurangi rasa sakit, dan mengembalikannya ke posisi normal.
Tetapi hati-hati, “menyerahkan” leher Anda untuk diperbaiki oleh chiropractor, bisa meningkatkan risiko stroke, begitulah menurut pernyataan ilmiah yang dirilis oleh American Heart Association.
Pasalnya, tekanan berenergi dan perputaran yang dilakukan untuk memanipulasi leher, justru dapat menyebabkan sobekan di dinding arteri di leher. Kondisi ini disebut cervical artery dissection (diseksi arteri leher).
Sobekan di dinding arteri dapat mengakibatkan stroke, jika ada gumpalan darah terbentuk dan kemudian bergerak bebas memblokir pembuluh darah di otak.
“Terjadi dengan gerakan tiba-tiba yang bisa berlebihan dan membuat leher berputar, seperti yang mungkin Anda lihat dalam pukulan atau bahkan saat batuk keras dan muntah,” ujar penulis pernyataan, Dr Jose Biller, kepala ahli syaraf di Loyola University Chicago Stritch School of Medicine.
Cidera dinding arteri ini bisa dikatakan penyebab stroke yang tak boleh diabaikan, terutama pada usia muda dan dewasa muda, terhitung sekitar 8%-25% kasus stroke terjadi pada usia di bawah 45 tahun.
Empat penelitian besar melihat adanya hubungan antara manipulasi sendi leher dengan stroke pada pasien berusia 45 tahun dan yang lebih muda. Meski memang tidak membuktikan bahwa terapi chiropractic dapat langsung menyebabkan stroke.
Walau begitu, chiropractor harus tetap memperingatkan pasien tentang kemungkinan ini, pernyataan tersebut menambahkan.
“Kami sangat yakin, bahwa setiap pasien harus diberitahu tentang adanya hubungan antara chiropractic dengan risiko stroke, sebelum menjalani terapi manipulasi sendi leher,” ujar Biller.
Terapi chiropractic tak menggunakan tenaga berlebih
Di sisi lain, komunitas chiropractic juga menyadari adanya kaitan antara manipulasi sendi leher dan stroke, yang mana isu tersebut telah menjadi pembahasan selama lima tahun terakhir, ungkap Keith Overland, mantan presiden American Chiropractic Association dan seorang dokter chiropractic di Norwalk, Connecticut.
Tapi, Overland mengatakan bahwa bukti yang ada tidak meyakinkan.
“Dua penelitian yang telah keluar baru-baru ini mengatakan, bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan kekuatan atau arah yang digunakan dalam manipulasi serviks mencapai ambang peregangan arteri yang bisa merusak,” ujarnya.
“Para profesional yang melakukan penyesuaian sendi leher tidak menerapkan kekuatan yang lebih besar dari apa yang dilakukan orang dalam kegiatan kehidupan sehari-hari,” tambahnya.
Overland juga mengatakan, bahwa manipulasi sendi leher berhubungan dengan kematian stroke yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan perawatan medis umum lainnya untuk nyeri leher.
Manipulasi sendi leher berkaitan dengan sekitar satu kematian per satu juta orang, karena cervical artery dissection.
Sebagai perbandingan, obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAIDs) menyebabkan 153 kematian stroke per satu juta orang, obat narkotika menyebabkan 53 kematian stroke per satu juta orang, dan operasi tulang belakang leher menyebabkan 500 kematian stroke per 1 juta orang, terang Overland.
“Kami prihatin, bahwa pernyataan seperti ini bukan tak mungkin bisa membuat pasien merasa takut, dan mencegah mereka membuat pilihan perawatan yang mungkin sebenarnya adalah pilihan paling aman untuk semua sakit leher atau sakit kepala,” ungkapnya.
Biller mengungkapkan, bahwa hubungan antara penyesuaian leher dan stroke memang sulit untuk dievaluasi, orang-orang yang sudah menderita sakit leher mungkin mencari pengobatan untuk menghilangkan rasa sakitnya, yang mana gejala umum cervical artery dissection bisa menjadi stroke dalam beberapa hari.
Karena itulah, semua profesional medis, termasuk chiropractor harus mewaspadai setiap faktor risiko stroke yang terjadi pada pasien ketika mereka mencari pertolongan untuk mengatasi sakit leher atau sakit kepala kronis.
Overland setuju dengan hal tersebut, menurutnya chiropractor harus mendiskusikan potensi risiko stroke pada pasien yang memiliki faktor risiko lain untuk stroke, seperti penyakit jantung, riwayat keluarga stroke, atau sakit kepala parah.