Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/01/2016, 08:15 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

Oleh J Galuh Bimantara

JAKARTA, KOMPAS — Pengobatan dini terhadap penderita kusta bisa mencegah timbulnya kecacatan penderita dan menekan rantai penularan ke orang lain. Karena itu, deteksi dini amat penting. Masyarakat diharapkan segera merespons jika menemukan bercak kusta pada tubuh.

"Kita perlu penemuan kasus secara dini oleh masyarakat. Jadi, kita mengubah pola pikir. Kalau dulunya penanggulangan oleh petugas saja, sekarang melibatkan masyarakat," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Wiendra Waworuntu di Jakarta, Jumat (29/1/2016).

Untuk itu, tema Hari Kusta Sedunia tahun ini "Ayo Temukan Bercak! Jadikan Keluarga sebagai Penggerak Pencegahan Penyakit".

Hari Kusta Sedunia diperingati setiap 31 Januari. Di Indonesia, peringatan tahun ini rencananya diselenggarakan di Sampang, Madura, Jawa Timur, pada 16 Maret mendatang.

Kusta adalah penyakit menular menahun akibat kuman kusta (Myobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh lain. Jika tidak terdiagnosis dan segera diobati, penyakit ini menimbulkan kecacatan permanen.

Ketua Divisi Dermatologi Infeksi Tropik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) dokter Sri Linuwih Susetyo Wardhani mengatakan, bercak kusta pada kulit mirip dengan panu. Bedanya, bercak disertai rasa kebas atau baal.

Karena itu, menurut Wardhani, melalui sosialisasi deteksi dini kusta, ia mengimbau masyarakat untuk segera mengajak atau menganjurkan orang dengan bercak pada kulit untuk memeriksakan diri ke layanan kesehatan.

Gejala

Tanda utama penyakit kusta adalah lesi kulit (bercak keputihan atau kemerahan) yang mati rasa; penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi saraf; dan adanya kuman lepra di dalam kerokan jaringan kulit. "Jika satu dari tiga tanda tersebut ditemukan, seseorang dinyatakan menderita kusta," ujar Wiendra.

Penyakit kusta terdiri dari dua tipe. Pertama, tipe kusta kering (Pausi basiler/PB) dengan tanda-tanda lesi kulit mati rasa kurang dari lima lokasi, penebalan saraf tepi dan gangguan fungsi pada hanya satu saraf, dan jumlah kuman kusta sedikit.

Kedua, tipe kusta basah (Multi Basiler/MB), dengan tanda lesi kulit mati rasa lebih dari lima lokasi, penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi lebih dari satu macam saraf, dan kuman kusta banyak ditemukan kerokan kulit.

Pengobatan kusta menggunakan obat kombinasi (multi drug therapy/MDT), atau pengobatan dengan lebih dari satu macam obat yang sudah direkomendasikan. Kombinasi tersebut dalam bentuk tablet kemasan dan diberikan sesuai tipe penyakit.

Pada tipe PB, MDT terdiri dari Rifampisin dan Dapson, tersedia untuk dewasa dan anak. Obat harus diminum sebanyak 6 kemasan. Untuk tipe MB, obat terdiri dari Rifampisin, Dapson, dan Klofazimin, yang juga tersedia untuk dosis dewasa dan anak. Obat diminum sebanyak 12 kemasan.

Obat MDT bisa diakses di puskesmas secara gratis. Penderita harus minum dosis pertama di depan petugas puskesmas, selanjutnya obat diminum sesuai petunjuk di kemasan.

Belum tereliminasi

Di Indonesia, terdapat 13 provinsi yang belum mencapai status eliminasi penyakit kusta, yakni dengan angka kasus terdaftar lebih dari satu orang per penduduk.

Wiendra menuturkan, pemerintah menargetkan seluruh provinsi mencapai status eliminasi pada 2019 dan penurunan angka cacat tingkat 2 pada kasus baru menjadi kurang dari 1 orang per sejuta penduduk pada 2020. Cacat tingkat 2 antara lain jari putus, tangan kiting (jari bertumpang tindih), dan mata tidak bisa menutup sempurna.

Wiendra menegaskan, stigmatisasi terhadap penderita ataupun mereka yang sudah sembuh dari kusta harus dihentikan. Kusta tidak mudah menular.

Penularan dari penderita yang belum diobati terjadi melalui pernapasan pada orang yang dekat dan kontak dalam waktu lama dengan penderita. Hal ini biasanya terjadi pada orang yang tinggal serumah dan tetangga dekat.

Tidak semua orang serta-merta tertular begitu kontak dengan penderita. Hanya sekitar 5 persen yang akan tertular. Gambarannya, dari 100 orang yang terpapar virus lepra, 95 orang tetap sehat, 3 orang tertular tetapi sembuh tanpa obat, dan 2 orang lain menjadi sakit dan butuh pengobatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau