Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/02/2016, 15:11 WIB

Oleh Pascal S Bin Saju

Pada bulan kelima usia kehamilannya, Daniele Ferreira dos Santos, warga Recife, Pernambuco, Brasil, jatuh sakit dengan kondisi demam tinggi. Bercak-bercak merah padam muncul di kulit tubuhnya. Ia kemudian pulih.

Namun, beberapa minggu setelah itu, saat memeriksakan kehamilannya, ia mendapat berita yang mengerikan dari dokter. Bayi yang dikandungnya itu diperkirakan menderita kerusakan parah pada otak.

Benar, ketika bayi Juan Pedro Campos dos Santos lahir pada Desember lalu, lingkaran kepalanya hanya 26 cm. Ukuran itu hanya 20 persen dari ukuran normal.

Recife menjadi pusat penyebaran virus Zika sejak kemunculan pertama pada April 2015 di Brasil. Santos tidak pernah didiagnosis terjangkit virus Zika. Namun, ia menduga, virus Zika telah menyerangnya pada bulan kelima kehamilan.

Pedro termasuk di antara 3.700 bayi yang telah dikonfirmasi menderita mikrosefalus atau radang otak yang membuat ukuran kepalanya kecil. Meski belum teruji secara ilmiah, bayi penderita mikrosefalus itu diduga disebabkan virus Zika.

Hutan tepi danau

Virus Zika, yang kini menjangkiti puluhan ribu orang di 23 negara di Amerika dan Karibia, pertama kali ditemukan di hutan Zika, Uganda, pada 1947. Seperti dilaporkan BBC, hutan Zika tidak banyak dikenal di negara itu. Mayoritas warganya tidak tahu letak hutan itu.

Hutan Zika adalah jenis hutan tropis yang terbentang tak jauh dari kota Entebbe, di tepi Danau Victoria, Uganda tengah. Kota itu berjarak 23 km dari ibu kota Kampala. Di Entebbe terdapat juga kantor dan kediaman resmi Presiden Uganda.

Sekalipun virus Zika ditemukan di Uganda, belum pernah ada laporan tentang wabah virus Zika di negara itu. Menurut BBC, dalam 68 tahun atau hampir tujuh dekade sejak virus ditemukan, baru dua kasus virus Zika yang dikonfirmasi di sana.

Institut Penelitian Virus Uganda (UVRI) yang berbasis di Entebbe adalah lembaga pengelola hutan Zika. Melalui situsnya www.uvri.go.ug, UVRI mengatakan, hutan seluas 12 hektar itu amat dilindungi dan dibatasi hanya untuk penelitian ilmiah.

Menurut UVRI, hutan Zika cocok untuk mempelajari beragam jenis nyamuk. Di hutan yang berada di ruas jalan Entebbe-Kampala itu ada 40 jenis nyamuk. UVRI telah mendirikan insektarium untuk penangkaran, pengamatan, dan penelitian nyamuk.

Sementara lema "zika" berasal dari bahasa lokal Luganda yang berarti "tumbuh lebat". Di hutan Zika itu memang beragam vegetasi tumbuh dengan lebat. Juga ada banyak hewan kecil, termasuk rayap dan tentu saja nyamuk atau serangga.

Hutan Zika telah menjadi simpul penelitian ilmiah di Afrika Timur sejak 1946. Virus yang dinamai Zika itu ditemukan dengan tidak sengaja oleh ilmuwan Uganda, AS, dan Eropa ketika mereka sedang meneliti virus penyebab demam kuning pada 1947.

Bermula dari kera

Kala itu ilmuwan sedang menguji vaksin pada kera-kera jenis Regus di hutan Zika terkait wabah demam kuning. Penelitian selama satu dekade ketika itu didanai Rockefeller Foundation. Mereka menemukan mikroorganisme baru yang dinamai Zika.

Baik demam kuning, demam berdarah dengue, maupun zika sama-sama disebar melalui gigitan nyamuk yang sama, yakni Aedes aegypti. Ketika Zika mewabah di Amerika dan Karibia, dunia pun cemas. Apalagi belum ada vaksinnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seperti dirilis Reuters, mendesak perusahaan dan ilmuwan segera membuat vaksin Zika. Namun, para ilmuwan mengatakan, butuh waktu lama untuk mendapatkan vaksin yang telah teruji secara klinis.

Penyebaran Zika ke seluruh Amerika dan Karibia, oleh WHO disebut sebagai ledakan. Dalam kurun setahun ini bisa menjangkiti 4 juta orang. Asia pun kini dalam status waspada meski kasus virus Zika belum ditemukan.

Cara tradisional mengatasi penyebaran adalah membersihkan tempat-tempat yang menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti, serangga yang diduga penyebar virus. Tidak boleh ada genangan air di pot bunga, talang air, dan kaleng bekas, serta menguras bak penampung air. Kita mengenalnya dengan istilah 3M, yakni menguras, menutup, dan menguburkannya.

 ----
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Februari 2016, di halaman 9 dengan judul "Dari Hutan Zika ke Benua Amerika".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com