Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terapi Bekam Sampai Merkuri, Cara Kuno Melawan Bakteri

Kompas.com - 10/02/2016, 12:16 WIB
KOMPAS.com – Pengembangan antibiotik dan antimikroba lainnya harus diakui menjadi pencapaian besar dalam kedokteran modern.

Meski demikian, penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan telah memicu mikroorganisme menjadi kebal obat.

Bakteri kebal antibiotik, misalnya methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), vancomycin-resistant Enterococcus species (VRE) dan carbapenem-resistant Enterobacteriaceace (CRE), saat ini makin sering ditemukan.

Spesies CRE bahkan telah kebal pada beberapa jenis antibiotik dan dianggap sebagai "superbug".

Para dokter telah menggunakan terapi alternatif untuk mengatasi infeksi sejak zaman dahulu kala, tetapi tak ada satu pun yang seaman dan seefektif antimikroba modern.

Mengingat banyaknya mikroba yang makin resisten dan juga tidak adanya pengembangan obat-obatan baru, bukan tak mungkin kita akan kembali ke era di mana antibiotik belum ada.

Apa saja pengobatan yang dipakai dokter kuno di awal abad 20 untuk mengatasi infeksi?

Darah, lintah dan pisau

Bloodletting atau terapi bekam sudah digunakan sebagai terapi medis selama lebih dari 3000 tahun. Pengobatan ini berasal dari Mesir pada tahun 1000 SM dan digunakan sampai pertengahan abad 20.

Dari berbagai catatan kuno, disebutkan terapi ini direkomendasikan untuk berbagai kondisi, tetapi terutama untuk infeksi.

Bekam didasarkan pada teori medis kuno yang menekankan bahwa empat cairan tubuh manusia, yaitu darah, dahak, empedu hitam dan empedu kuning, harus tetap seimbang demi menjaga kesehatan.

Infeksi disebutkan terjadi karena kelebihan darah sehingga darah harus dihulangkan dari pasien. Salah satu metodenya adalah dengan membuat sayatan di bagian vena atau arteri.

Cara lainnya dengan cupping, yakni menggunakan cangkir kaca yang dipanaskan dan ditempatkan di kulit, membuat ruang hampa, menghancurkan pembuluh darah kecil dan menghasilkan pendarahan besar di bawah kulit. Lintah juga dipakai sebagai variasi bekam.

Yang menarik, meski bekam direkomendasikan oleh dokter, praktik ini juga dilakukan oleh "tukang cukur" atau "tukang cukur-ahli bedah".

Mungkin ada beberapa manfaat dari praktik ini, setidaknya pada beberapa jenis bakteri di tahap awal infeksi.

Banyak bakteri yang butuh zat besi untuk berkembang biak, dan zat besi dibawa oleh heme, komponen sel darah merah. Teorinya, sel darah merah yang lebih sedikit akan membuat zat besi sedikit sehingga infeksi bakteri tak memburuk.

Merkuri untuk mengobati sifilis

Unsur kimia alami dan senyawa kimia sejak lama digunakan untuk mengobati berbagai infeksi, terutama untuk luka dan sifilis.

Yodium topikal, bromin dan senyawa yang mengandung merkuri telah digunakan untuk mengobati luka yang terinfeksi dan gangren selama perang saudara Amerika.

Dari bahan kimia tersebut, bromin adalah yang paling sering digunakan, walau menyebabkan rasa sakit hebat bila disuntikkan ke luka dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan.

Pengobatan tersebut dapat menghambat replikasi sel bakteri tetapi sekaligus dapat membahayakan sel-sel manusia normal.

Senyawa merkuri telah dipakai untuk mengobati sifilis sekitar tahun 1363 sampai 1910. Penggunaannya dengan diminum atau disuntikkan. Tetapi ini mempunyai efek samping, yaitu kerusakan pada kulit dan membran mukosa, ginjal dan kerusakan otak dan bahkan dapat menyebabkan kematian.

Akhirnya, pada tahun 1943 pengobatan ini digantikan oleh penisilin yang menjadi terapi lini pertama untuk semua  penyakit sifilis.

Bahan herbal

Selama berabad-abad, berbagai obat herbal telah digunakan untuk mengobati infeksi. Sayangnya hanya sedikit yang telah dievaluasi kemanjurannya dalam uji klinis terkontrol.

Beberapa obat herbal yang terkenal adalah kina yang digunakan untuk mengobati malaria. Obat ini berasal dari kulit pohon cinchona yang tumbuh di Amerika Selatan. Obat kini yang kita gunakan saat ini merupakan bentuk sintetisnya.

Sebelum ada bentuk sintetisnya, kulit kina dikonsumsi dengan cara dikeringkan, ditumbuk menjadi bubuk dan dicampur dengan air kemudian diminum.

Penggunaan kulit pohon cinchona untuk mengatasi demam mulai dipopulerkan oleh para misionaris Jesuit di tahun 1600-an.

Selain kina, artemisinin yang disintetis dari tanaman Artemisia annua juga dikenal dalam pengobatan malaria.

Ilmuwan dari China, Dr.Tu Youyou dan timnya meneliti ekstrak Artemisia annua sebagai bahan yang efektif menghambat replikasi parasit malaria pada hewan. Atas penemuannya ini Youyou diganjar hadiah Nobel pada tahun 2015.

Madu juga sejak lama dipakai untuk menyembuhkan luka. Kandungan gula yang tinggi dalam madu dapat membuat sel bakteri dehidrasi yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan penyebaran bakteri.

Madu yang paling ampuh adalah madu Manuka yang berasal dari bunga semak teh yang memiliki sifat antibakteri tambahan.

Melawan kekebalan antimikroba

Meskipun beberapa pengobatan kuno tersebut cukup efektif dan masih digunakan sampai sekarang, secara keseluruhan mereka masih kalah baiknya dari pengobatan antimikroba modern guna mengobati infeksi.

Sayangnya, karena penggunaan secara berlebihan dan penyalahgunaan, antibiotik menjadi kurang efektif lagi melawan bakteri.

Setiap tahun di Amerika Serikat, setidaknya ada dua juta orang terinfeksi bakteri yang resisten terhadap antibiotik dan setidaknya 23 ribu orang meninggal akibat infeksi tersebut.

Resistensi bukan hanya membuat pengobatan menjadi sulit, namun juga meningkatnya risiko infeksi sampingan dari mikororganisme lain, termasuk jamur, virus, dan parasit.

Para peneliti sedang mencari obat-obatan baru yang lebih kuat terhadap infeksi tersebut. Namun kita juga dapat melakukan banyak hal untuk mencegah kondisi ini memburuk.

Selain hanya menggunakan antibiotik jika diperlukan saja, yakni terkena penyakit akibat bakteri, kita juga bisa menghindari infeksi.

Selalu mencuci tangan dengan sabun, melakukan imunisasi, atau pun mengolah makanan secara higienis, merupakan cara-cara yang bisa kita lakukan untuk mencegah kontaminasi bakteri. (Gibran Linggau)


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau