"Obat-obatan golongan disfungsi ereksi, obat kolesterol, dan pelangsing yang paling banyak dipalsukan," ujar Bahdar J Hamid, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza Badan Pengawas Obat dan Makanan, dalam diskusi di Jakarta, Kamis (18/2/2016).
Berdasarkan temuan BPOM, hingga Agustus 2015 terdapat 29 kasus penjualan obat palsu. Obat-obat palsu atau ilegal tersebut biasanya bisa didapatkan di luar apotek, seperti warung, toko online, hingga toko obat tidak berizin yang menjual obat dengan harga jauh lebih murah dari aslinya.
Bahdar mengatakan, BPOM telah menindak sejumlah kasus obat palsu, bekerja sama dengan kepolisian. Tahun 2015 lalu, BPOM mengusut kasus obat palsu dengan total nilai Rp 2,9 miliar. Sejauh ini, obat-obatan palsu tersebut diimpor dari China dan India.
"Pabrik khusus bikin obat palsu di dalam negeri belum kami temukan," kata Bahdar.
Ketua Komite Nasional Kajian Obat dan Pengobatan Komplementer PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dr Masfar Salim, MS, SpFK, mengatakan, salah satu alasan pembuatan obat palsu adalah harga. Obat asli memiliki harga yang mahal.
Obat palsu di Indonesia ternyata laris dibeli karena berharga jauh lebih murah. Masyarakat mengira obat yang dijual tersebut sama saja dengan yang di apotek karena kesamaan bentuk kemasan hingga fisik obat. Padahal, kandungan dalam obat palsu tidak sama dengan obat asli.
"Obat palsu tidak membuat orang itu sembuh dari penyakitnya, meskipun rutin minum obat," kata Masfar.
Berdasarkan peraturan menteri kesehatan, obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau produksi obat dengan penandaan yang meniru identitas obat lain yang telah memiliki izin edar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.