JAKARTA, KOMPAS.com - Adanya kelainan pembuluh darah di otak, seperti aneurisma sering kali tidak diketahui. Aneurisma adalah penggelembungan darah di otak karena tidak terbentuk lapisan otot pada pembuluh darah di otak. Aneurisma sewaktu-waktu bisa pecah sehingga terjadi pendarahan di otak atau stroke.
Aneurisma yang sebenarnya sudah ada sejak kecil menjadi faktor risiko terjadinya pendarahan di otak pada usia muda. Salah satu remaja diduga memiliki aneurisma, yaitu Gayatri Waillissa (17). Remaja yang menguasai 14 bahasa asing itu meninggal dunia setelah mengalami pendarahan di otak secara mendadak.
Beberapa hari lalu, Reynaldo Arvel, remaja 15 tahun juga dikabarkan meninggal dunia saat misa di gereja, diduga karena aneurisma.
Dokter Spesialis Saraf dari Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Rubiana Nurhayati pada (24/6/2015) lalu mengungkapkan, gejala aneurisma antara lain sakit kepala yang selalu terjadi pada titik yang sama.
Aneurisma yang pecah pada usia muda bisa menyababkan stroke hingga kematian. Kebanyakan orang tidak mengetahui adanya aneurisma di otak sebelum terjadi pendarahan di otak.
Untuk memastikan adanya kelainan pembuluh darah di otak, bisa dilakukan pemeriksaan Magnetic Resonance Angiography (MRA). MRA bisa melihat jelas bagian pembuluh darah di otak.
Dokter spesialis saraf dari RS Gading Pluit Jakarta, Andreas Harry juga pernah mengatakan, aneurisma biasanya terjadi karena faktor kelainan genetik. "Itu biasanya bawaan sejak lahir," kata Andreas ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (24/10/2014).
Selain pemeriksaan MRA, bisa juga dilakukan pemeriksaan aliran darah atau USG doppler. Jika memang terdapat kelainan pembuluh darah di otak, pengobatan yang dilakukan adalah mencegah pecahnya pembuluh darah di otak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.