BrandzView
Halaman ini merupakan kerja sama antara Prodia dan Kompas.com

Yakin, Cukup Sehat dengan Olahraga dan Jaga Pola Makan?

Kompas.com - 12/04/2016, 18:32 WIB
Mikhael Gewati

Penulis

KOMPAS.com –  Setelah era 2000-an, Venus William adalah salah satu petenis tangguh yang jarang kalah di lapangan. Namun, pada 2011 namanya tiba-tiba meredup. Membuat para lawannya di lapangan jeri, dia justru "takluk" pada nyeri sendi berkepanjangan.

Venus didiagnosis menderita sindrom sjogren. Gangguan imunitas ini memicu serangan nyeri sendi dan menyedot energinya. Penampilan wanita yang pada tahun ini berusia 35 tahun tersebut menukik tajam sepanjang musim 2011.

Puncaknya, Venus memutuskan undur diri dari turnamen grand slam Amerika Terbuka pada 2011. Ia absen dari lapangan selama tujuh bulan (Kompas.com, 2/9/2011).

Kisah Venus memberikan sebuah pelajaran, bahwa atlet yang jelas-jelas lekat dengan olahraga dan mutlak menjaga pola makan pun masih bisa mengidap gangguan kesehatan serius. Lantas, bagaimana dengan kita yang olahraga saja harus mencuri-curi waktu?

Deteksi dini

Menjalani gaya hidup sehat adalah sebuah upaya. Namun, jangan juga jumawa kalau sudah begitu. Venus adalah contohnya.

Dalam kisah nyata Venus, dia baru tahu menderita sindrom tersebut setelah menjalani serangkaian tes laboratorium. Untungnya, wanita asal California, Amerika Serikat, itu mendapatkan diagnosis sindrom sjogren sebelum terlambat ditangani.

Cerita berbeda terjadi dalam kasus kematian selebriti Adjie Massaid. Adjie meninggal seusai bermain futsal. Dia diduga mengalami serangan jantung, padahal sebelumnya tak pernah ada riwayat kesehatan terkait jantung.

Memang, banyak kejadian kematian mendadak di Indonesia terkait dengan belum terbangunnya kesadaran memeriksa kesehatan secara berkala. Riset Litbang Kompas yang dimuat di Harian Kompas edisi 18 Mei 2015 memaparkan, dari 41.590 kematian di Indonesia pada 2014, stroke adalah penyebab utama kematian dengan porsi 21,1 persen kejadian.

Di peringkat kedua penyebab kematian menurut riset itu adalah serangan jantung dan gangguan kesehatan terkait pembuluh darah, dengan porsi 12,9 persen. Adapun di peringkat ketiga adalah diabetes melitus dan komplikasi turunannya, yang menempati porsi 6,7 persen penyebab kematian.

Menjadi menyesakkan, ketika diketahui ketiga gangguan kesehatan penyebab utama kematian itu seharusnya bisa diketahui lebih awal, bahkan sebelum muncul gejalanya. Stroke dan penyakit jantung, misalnya, punya kaitan erat dengan kadar kolesterol dalam darah dan tekanan darah.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kadar normal kolesterol adalah kurang dari 200 miligram per desiliter (mg/dl). Kadar 200 mg/dl sampai 239 mg/dl sudah masuk kategori batas atas, dan kadar melebihi 240 mg/dl sudah dianggap berbahaya.

Sementara itu, kadar normal tekanan darah orang dewasa ada di kisaran 120/80 mmHg hingga 140/90 mm Hg. Adapun terkait diabetes, deteksi dini bisa dilihat dari kadar gula dalam darah, dengan ambang normal saat berpuasa adalah kurang dari 100 mg/dL dan di bawah 140 mg/dL ketika diukur dua jam setelah makan.

Sebelum terlambat

SHUTTERSTOCK Ilustrasi.

Semua indikator tersebut bisa diketahui dengan jelas saat seseorang melakukan pemeriksaan kesehatan (medical checkup atau MCU). Sejalan dengan perkembangan teknologi, MCU tak lagi butuh waktu lama atau peralatan rumit.

Untuk keperluan pemeriksaan rutin, seperti tekanan darah dan kadar kolesterol, sudah ada banyak peralatan yang dijual bebas untuk itu. Klinik laboratorium untuk MCU juga sudah banyak bertebaran, bahkan ada yang sudah menyediakan layanan online untuk pendaftaran dan pengiriman hasil tes.

Bila menginginkan pemeriksaan lebih spesifik, klinik laboratorium MCU pada umumnya menyediakan beragam paket khusus, seperti untuk jantung koroner dan stroke. Dalam paket-paket khusus ini pemeriksaan akan dilakukan lebih mendalam, bahkan sampai ke kadar dan komposisi lemak dalam darah.

Lalu, bagaimana bila hasil pemeriksaan mendapati kita berisiko terkena penyakit tertentu? Jangan juga malah jadi panik. MCU berkala adalah cara memantau kondisi badan yang hasilnya bisa menjadi momentum untuk menjaga dan memperbaiki pola hidup jika memang diperlukan.

Seperti kata pepatah, mencegah lebih baik daripada mengobati. Lebih baik tahu kondisi tubuh sebenarnya daripada baru tahu setelah sakit apalagi terlambat untuk penanganan.

Belajar dari Venus, seperti dikutip dari Juara.net, dia pun mengubah gaya hidup setelah dipastikan menderita sindrom sjogren. Bagi Venus, pola makan sehat saja tidak lagi cukup.

"Kini saya makan pun dibatasi, tak lagi mengonsumsi kalori berlebihan maupun gula. Daging-daging juga dihindari. Ini berat, karena pada dasarnya saya suka makanan enak," kata Venus.

Pola latihan Venus juga berubah.

"Jika biasanya dalam sehari saya bisa latihan empat jam sampai lima jam, sekarang dibatasi. Ketika sudah satu jam dan merasa lelah, saya berhenti," ujarnya.

Secara bertahap Venus kembali menapaki tangga peringkat petenis putri dunia (WTA). Pemilik nama lengkap Venus Ebony Starr Williams itu kini sudah kembali ke peringkat belasan, meski belum masuk lagi ke tiga besar seperti sebelumnya, setelah sempat terjerembab ke posisi 102 dunia.

Jadi, sudah periksa kondisi kesehatan Anda?


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau