Terungkapnya produksi dan distribusi vaksin palsu mengusik ketenangan masyarakat. Temuan itu membuat marah, geram, sekaligus cemas masyarakat, khususnya orangtua yang memiliki anak balita.
”Orangtua mana pun pasti ingin memberikan yang terbaik buat anaknya. Eh... ini malah ada yang tega memberikan vaksin palsu untuk anak balita,” kata Ny Herliana (32), warga Ujungberung, Kota Bandung, dengan nada geram.
Ny Ani (31) yang baru mengantarkan anaknya untuk vaksin DPT dan polio II di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat, juga marah mendengar kabar beredarnya vaksin palsu. Ia meminta pelaku dihukum seberat-beratnya.
”Mencari uang, kok, membahayakan anak orang lain. Jumlah anak yang dirugikan juga ribuan. Ini keterlaluan,” ujarnya.
Menurut Ani, para orangtua, seperti dirinya, tak punya pilihan lain, apalagi jika vaksin itu masuk dalam program imunisasi dasar. Orangtua tetap harus memberikan vaksin supaya anaknya terbebas dari ancaman penyakit, seperti polio, campak, difteri, dan penyakit lainnya.
Salah satu cara yang bisa dilakukan Ani untuk menghindari vaksin palsu adalah memilih rumah sakit dan dokter tepercaya. Ia percaya dengan kualitas dokter dan pelayanan kesehatan di RSIA Budi Kemuliaan karena sudah dua kali melahirkan di sana.
”Di sini dokternya bagus-bagus dan pro (kelahiran) normal. Saya sudah pengalaman dengan anak pertama yang usia lima tahun. Jadi, ya, percaya saja,” tuturnya.
Ia menyayangkan mengapa keberadaan vaksin palsu itu baru terkuak setelah 13 tahun. Padahal, vaksin berhubungan dengan masa depan generasi penerus Indonesia.
”Imunisasi itu, kan, tidak boleh ditunda dan biasanya sudah selesai saat usia anak di atas 9 bulan,” ujar Ani.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah merek vaksin yang dipalsukan antara lain Tuberculin, Pediacel, Tripacel, Havrix, dan Biosave. Hingga kemarin, Badan Reserse Kriminal Polri telah menetapkan 15 tersangka yang diduga terlibat produksi dan distribusi vaksin palsu sejak 2003 itu.
Seberat-beratnya
Wati (32), ibu bayi usia dua minggu yang juga ditemui di RS Budi Kemuliaan, mengatakan memendam harapan yang sama dengan Ani. Ia berharap pelaku pemalsu vaksin dihukum seberat-beratnya karena mereka membahayakan nyawa orang lain.
Putri presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Zannuba Arifah Chafsoh, atau yang lebih dikenal dengan Yenny Wahid, menuturkan, sejak mencuatnya kasus vaksin palsu ini, ia khawatir tiga putrinya juga diimunisasi dengan vaksin palsu. Apalagi, putri bungsunya, Raisa Isabella Hasna (2), sempat mendapat vaksin cacar air di sebuah klinik kecil di Bogor, Jawa Barat, tahun lalu.
Saat itu, stok beberapa vaksin, seperti cacar air, kosong. ”Saya menghubungi beberapa rumah sakit di Jakarta, tetapi stok vaksin kosong. Dokter bahkan menyarankan agar anak saya diimunisasi di Singapura,” ujar Direktur The Wahid Institute itu.
”Sekarang saya kebat-kebit, jangan-jangan vaksin yang diberikan kepada anak saya palsu,” kata Yenny saat dihubungi, Senin (27/6). Ia pun memutuskan akan berkonsultasi dengan dokter spesialis anak apakah tiga anaknya perlu diimunisasi ulang.