KOMPAS.com – Di Desa Lidi, Kecamatan Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), terdapat seorang bocah berusia 7 tahun yang setia merawat sang ayah yang dipasung karena mengalami gangguan jiwa.
Nama anak itu yakni Yohana Grestaria Samur yang biasa dipanggil Grace.
Ia anak bungsu dari pasangan Ediburga Nalon (42) dan Selviana Jemalus (37).
Melansir dari Kompas.com (20/12/2019), bocah kelas 1 di SD Inpres Lidi itu setiap hari selalu mengantar sarapan pagi, air minum, makan siang, dan makan malam bagi ayahnya yang dipasung.
Baca juga: Kisah Bocah Usia 7 Tahun Setia Merawat Ayah yang Dipasung
Ia selalu menyediakan waktu untuk merawat sang ayah.
Ayah Grace, Ediburga mengalami gangguan jiwa sejak 2012 lalu. Ia terpaksa dipasung selama bertahun-tahun di dapur rumah orangtuanya.
Belum diketahui secara pasti alasan Ediburga dipasung.
Saat dimintai tanggapan, Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr. Arif Zainudin Surakarta, dr. Adriesti Herdaetha, Sp.KJ, MH, mengapresiasi tindakan Grace maupun anggota keluarga lain yang dengan setia merawat Ediburga.
Ia menyampaikan perhatian keluarga terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sangat diperlukan.
Keluarga adalah orang-orang yang dianggap paling banyak tahu dan paling banyak memberi pengaruh pada pasien.
Dengan demikian, peran keluarga sangat penting dalam perawatan dan penyembuhan ODGJ.
Baca juga: Pemasungan Masih Jadi Pilihan Masyarakat Tangani Orang Gila
Dokter yang akrab disapa Etha itu menyampaikan beberapa alasan pentingnya keterlibatan keluarga dalam perawatan jiwa, antara lain:
Namun, dalam kasus Grace, Etha menyoroti keputusan keluarga yang memilih memasung Ediburga. Menurutnya, pemasungan pada ODGJ bukan pilihan yang tepat.
Ia memahami pada umumnya keluarga memasung ODGJ dengan alasan agar si penderita tak membahayakan orang lain hingga menimbulkan aib kepada kelarga.
Etha memandang alasan tersebut tidak sebanding dengan kerugian yang mungkin muncul akibat pemasungan.
Pemasungan jelas akan memperparah skizofrenia atau gangguan mental yang terjadi dalam jangka panjang.
Selain itu, ODGJ yang dipasung berpotensi mengalami trauma, dendam kepada keluarga, merasa dibuang, rendah diri, hingga putus asa. Lama-kelamaan akan muncul depresi dan mungkin niat untuk bunuh diri.
Baca juga: Cerita Pilu di Balik Pemasungan ODGJ, Jadi Aib Keluarga hingga Tak Punya Biaya
Dari sisi pengobatan, menurut Etha, pemasungan ini juga berpotensi merenggut hak ODGJ mendapatkan pengobatan.
Karena terus dibiarkan di rumah atau ruangan, ODGJ ini juga kemungkinan tak mendapatkan modalitas terapi lain, misalnya latihan interaksi dan keterampilan sosial.
“Secara hukum, tindakan pemasungan pada ODGJ ini juga melanggar karena menghilangkan hak mereka mendapatkan pengobatan,” jelas Dokter Etha saat dihubungi Kompas.com (21/12/2019).
Larangan pemasungan juga diatur dalam Undang-Undang No. 18 tahu 2014 tentang Keseahatan Jiwa.
Pemerintah juga pernah mengeluarkan Surat Menteri Dalam Negeri 11 November 1977 yang memerintahkan semua kepala daerah agar melarang warga memasung penderita gangguan jiwa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.