Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Buktikan "Mom Shaming" Berbahaya, Begini Cara Mengatasinya

Kompas.com - 24/12/2019, 07:30 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Cemoohan bisa menyerang siapa saja, termasuk seorang ibu. Tindakan ini dikenal dengan istilah mom shaming.

Mom shaming terjadi ketika seorang ibu dikritik karena dianggap memiliki cara yang berbeda atau salah dalam mengasuh anak, berperilaku, berpenampilan, hingga bertutur kata. 

Tindakan ini sama halnya dengan mempermalukan seorang ibu sehingga mereka merasa tak berdaya, tak mampu menjadi ibu yang baik, tak percaya diri lagi, dan terisolasi.

Sebagai contoh, ada seorang ibu mendapatkan penilaian negatif saat meminta anaknya makan.

Dia dinilai terlalu kaku dan galak karena meminta sang anak makan tepat waktu dan menghabiskan makanan.

Sepintas mungkin ibu tersebut memang terlihat galak. Namun, dia bisa jadi punya alasan tersendiri. Misalnya, apabila anak tak makan tepat waktu dan habis cukup banyak, berisiko terkena maag.

Baca juga: “Mom Shaming”, Perundungan Sesama Ibu

Sangat disayangkan ada orang lain yang berkomentar secara sepihak tanpa mencari tahu kondisi sebenarnya.

Sementara di era teknologi seperti sekarang ini, tindakan mom shaming sangat mungkin terjadi juga di dunia maya atau lewat media sosial. 

Sebuah survei yang dilakukan oleh aplikasi Mom.life menemukan bahwa 80 persen wanita mengalami mom shaming karena cara mereka mendidik anak.

Hasil survei ini sangat mengkhawatirkan mengingat efek mom shaming sangat berbahaya.

Bahaya mom shamming

Wanita yang mengalami mom shaming bisa mengalami fluktuasi hormon yang mempengaruhi neurotransmitter mereka.

Menurut Richard A. Honaker, pakar kedokteran keluarga, hal ini dapat menyebabkan para wanita mengalami depresi dan kecemasan.

"Rasa akibat mom shaming sering dibawa selama bertahun-tahun, dan ini dapat menanamkan kimia otak yang tidak normal," katanya.

Faktor pemicu

Ada berbagai faktor yang membuat seorang wanita melakukan mom shaming ke wanita lainnya. Melansir dari lama Mommy Nearest, berikut faktor penyebabnya:

1. Cari perhatian (Caper)

Biasanya pelaku tak mendapat pengakuan dan penghargaan dalam lingkungan sehingga mencari cara agar ia menjadi menonjol dan dihargai.

Salah satu hal yang bisa ia lakukan yakni dengan mencibir dan menghina ibu-ibu di sekitarnya agar down. Pelaku berharap dirinya danggap sebagai yang paling benar.

Baca juga: Mewaspadai Bahaya Mom-Shaming dan 5 Pemicunya

2. Marah

Karena tak terlampiaskan pada suami atau anak, seorang ibu bisa jadi melampiaskan kemarahan pada ibu lain.

Secara tidak sadar, mereka saat itu telah melakukan mom shaming pada ibu lain karena ingin menyalurkan kemarahan.

3. Cemburu

Faktanya, setiap ibu mempunyai ciri khas berbeda-beda. Bisa jadi, pelaku merasa cemburu pada ibu-ibu lain yang mempunyai kelebihan.

Misalkan, ada seorang ibu masih bisa merawat dirinya dengan baik meski sudah mempunyai anak. Sedangkan sang pelaku merasa tak secantik dan tak seberuntung ibu-ibu yang lain.

Palaku akhirnya mencari celah kekurangan ibu lain hingga melakukan mom shaming.

4. Repot

Tak dapat diabaikan, kelelahan dalam mengurus anak dan rumah dapat membuat ibu mudah tersulut emosi. Sehingga tanpa disadari, perkataan yang keluar dari mulutnya terkadang menyakitkan ibu lain.

5. Tidak diakui

Tidak menutup kemungkinan, tindakan mom shaming dilakukan oleh seorang ibu karena merasa ingin diakui kiprahnya, meski hanya dengan kata terima kasih.

Seringkali tanpa disadari penyampaian nasihat yang disampaikan kepada ibu lain ternyata dapat menyakiti hati mereka.

Mungkin maksud kita hendak menasehati sewajarnya, berbagi cerita atau memberikan solusi. Namun, penggunaan kata-kata yang tidak pas dapat membuat orang yang kita ajak bicara memaknai berbeda. 

Baca juga: Pernah Punya Berat Badan 107 Kilogram, Ini Perjuangan Edsa Lawan Perundungan...

Cara mengatasi

Saat para wanita mengalami mom shaming, Honaker merekomendasikan agar segera mendiskusikannya dengan pasangan atau teman terpercaya.

Mereka juga dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik. Menurutnya, olahraga telah terbukti meningkatkan kimia otak sehingga mencegah depresi dan kecemasan.

Apabila dua cara ini tidak berfungsi efektif, maka segeralah meminta bantuan konselor atau psikolog.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com