KOMPAS.com – Mual menjadi keluhan yang paling sering dialami ibu hamil.
Saking rutinnya terjadi, mual sudah menjadi semacam indikator kehamilan meski sebenarnya tidak semua wanita hamil akan mengalaminya.
Pada trimester pertama kehamilan, ibu hamil memang sangat wajar mengalami sensasi mual dan muntah, terlebih pada pagi hari.
Oleh sebab itu, gejala mual dan muntah ini juga sering kali disebut sebagai morning sickness.
Baca juga: Bolehkah Berhubungan Badan Saat Hamil Muda?
Melansir Buku Tetap Bugar dan Energik Selama Hamil (2010) oleh dr. Ova Emilia, M.Med., Ed., PhD., Sp.OG (K) & Harry Freitag, S.Gz, Dietisien, mual dan muntah wajar terjadi pada wanita hamil.
Kondisi tersebut paling mungkin terjadi akibat adanya perubahan hormon.
Hormon β-HCG (Beta Human Chorionic Gonadotropin) yang meningkat bisa menyebabkan ketidakseimbangan pada tubuh, termasuk sistem pencernaan.
Ketidakseimbangan sistem pencernaan ini akan berdampak salah satunya pada perubahan respon terhadap rangsangan dari luar.
Seseorang yang semula tidak peka terhadap bau tertentu, akhirnya menjadi lebih mudah terangsang dan menyebabkan mual dan bahkan muntah.
Kondisi ini biasanya hanya terjadi pada awal minggu kehamilan karena hormon β-HCG meningkat dalam waktu 60 hari sejak terjadinya pembuahan.
Setelah 60 hari, kadar hormon β-HCG akan turun dan gejalannya akan berkurang dengan sendirinya.
Baca juga: Posisi Berhubungan Badan Saat Hamil Sesuai Trimester
Melansir Buku Enjoy Your Pregnancy, Moms! (2012) oleh Ana Wardatul Jannah, Am.Ked dan dr. Widja Widajaka, Sp.OG, ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh para wanita untuk mengatasi mual saat hamil.
Berikut ini yang disarankan:
Baca juga: Berapa Usia Ideal untuk Hamil?
Meski mual saat hamil terbilang wajar, kondisi ini tetap harus diwaspadai apalagisampai berlangsung hingga melewati trimester pertama kehamilan atau ibu hamil sama sekali tidak bisa makan, sehingga mengalami kekurangan cairan dan sama sekali tidak bisa beraktivitas.
Apabila hal ini terjadi, ibu hamil bisa dikatakan mengalami mual dan muntah yang tidak sederhana.
Maka, segera konsultasikan kepada dokter. Tak perlu khawatir jika dokter akan mengambil keputusan lebih baik ibu hamil dirawat.
Pilihan itu tentu demi kebaikan ibu hamil dan janin.
Dampak buruk dari mual dan muntah yang dapat memengaruhi kondisi kandungan adalah jika ibu hamil mengalami hyperemesis.
Gejala hyperemesis, yakni ibu hamil muntah-muntah lebih dari 10 kali dalam satu hari, sehingga ibu hamil mengalami kekurangan cairan dan energi.
Kondisi ini retan mengganggu kenyamanan ibu dan pertumbuhan janin.
Oleh karena itu, jika mengalami hiperemesis, ibu hamil biasanya harus dirawat di rumah sakit.
Kondisi kekurangan kalori dapat menyebabkan ukuran bayi menjadi kecil atau yang biasa disebut intrauterine growth retardation atau janin tumbuh lambat.
Kondisi tersebut murni terjadi akibat kekurangan cairan dan zat gizi, bukan dampak dari mual dan muntah secara langsung.
Baca juga: 9 Jenis Vitamin dan Mineral yang Disarankan untuk Ibu Hamil
Dengan demikian, mual saat hamil atau morning sickness dapat dikatakan normal jika mual yang terjadi tidak disertai muntah yang terus-terusan.
Sementara itu, gejala mual pada ibu hamil biasanya akan semakin berat pada mereka yang mengandung anak kembar. Pasalnya, kadar hormon β-HCGyang dihasilkan ibu hamil kembar lebih tinggi daripada wanita yang hamil janin tunggal.
Selain itu, peningkatan hormon β-HCGjuga dapat terjadi pada wanita yang mengalami hamil anggur (mola hidatidosa).
Tak hanya itu, gejala mual saat hamil lebih sering juga terjadi pada wanita yang memiliki faktor risiko berikut:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.