KOMPAS.com - Merasa grogi, takut, atau khawatir berlebihan kerap dialami oleh orang-orang yang mengalami anxiety atau gangguan kecemasan.
Selain itu, gejala gangguan kecemasan juga bisa dirasakan oleh fisik kita, seperti keringat berlebihan, gemetar, detak jantung meningkat, dan mual.
Kecemasan biasanya dialami seseorang dalam situasi tertentu yang membuat stres.
Di sisi lain, kecemasan juga bisa menjadi gangguan mental serius jika terjadi dalam waktu lama dan menganggu aktivitas sehari-hari.
Baca juga: Sayang Dilewatkan, Ini 5 Manfaat Kopi untuk Kesehatan Kulit
Dalam jangka panjang, anxiety juga bisa memicu gangguan medis kronis. Pasalnya, respon kecemasan diatur oleh bagian otak yang disebut amigdala.
Ketika merasa cemas, stres, atau takut, amigdala tersebut akan mengirimkan sinyal ke bagian tubuh lainnya.
Sinyal tersebut berfungsi agar tubuh bersiap memberi respon "right or flight", yang memicu peningkatan hormon adrenalin dan kortisol.
Respon tersebut memang berguna saat kita menghadapi situasi berbahaya, seperti dikejar penjahat.
Namun, respon tersebut akan menganggu kita ketika terjadi saat kita menghadapi situasi lain, seperti wawancara kerja atau ujian.
Selain itu, respon "fight or fligth" yang berlangsung lama juga bisa membuat kadar kortisol dan adrenalin dalam tubuh berlebihan.
Akibatnya, tekanan darah meningkatdan pembeluh darah rentan mengalami kerusakan.
Kadar kortisol berlebihan juga bisa memicu kenaikan berat badan, otot melemah, dan berbagai jenis gangguan kesehatan lainnya.
Selain efek tersebut, anxiety juga bisa mempengaruhi tubuh dengan cara berikut
Saat merasa cemas, kita bisa mengalami hiperventilasi atau kondisi di mana pernapasan akan menjadi cepat dan pendek-pendek.
Hal ini terjadi agar paru-paru bisa mengambil oksigen dan menyalurkannya ke seluruh tubuh dengan cepat, agar ubuh bersiap memberi respon "fight or fligth".