KOMPAS.com - Pernahkah Anda tiba-tiba merasa nge-blank saat melakukan aktivitas? Atau mungkin tiba-tiba sulit mengingat suatu kata atau detail yang baru saja terjadi saat Anda terlibat dalam percakapan?
Peristiwa ini biasa terjadi seiring bertambahnya usia. Tetapi jika kondisi tersebut membuat Anda sulit memusatkan perhatian atau menuangkan pikiran Anda ke dalam kata-kata, Anda mungkin mengalami apa yang orang sebut kabut otak atau brain fog.
Menurut nerupsikolog Kamini Krishnan mengatakan bahwa kabut otak adalah serangkaian gejala kognitif seperti:
"Kondisi ini bukanlah masalah dalam memori tetapi masalah dalam memperoleh dan memelihara informasi yang benar," kata Krishnan.
Baca juga: Antidepresan Tidak Pengaruhi Kualitas Hidup Penyintas
Brain fog bisa terjadi ketika respon sistem kekebalan tubuh memicu peradangan di otak. Ketika peradangan ini terjadi, hal ini bisa menyebabkan penyumbatan sementara dalam memproses informasi.
Kabut otak juga bisa disebabkan oleh stres kronis, perubahan hormonal atau ketidakseimbangan gula darah.
“Kabut otak adalah semacam manifestasi dari beberapa jenis peradangan atau respons stres kronis,” ucap Krishnan.
“Stres kronis dapat memiliki efek sekunder. Hal ini memengaruhi tidur, nutrisi, dan kemampuan fisik Anda. Masalah sekunder tersebut dapat menyebabkan atau dikaitkan dengan gangguan kejiwaan,” tambahnya.
Ada beberapa penyakit atau kondisi medis tertentu yang bisa menyebabkan kabut otak. Berikut kondisi medis yang bisa menyebabkan kabut otak:
Depresi dan kecemasan bisa menyebabkan peradangan saraf yang disebabkan oleh aktivasi konstan jalur adrenal hipotalamus hipofisis Anda.
Saat kita depresi dan cemas, tubuh akan mengeluarkan respon "fight atau flight". Jika respon tersebut terjadi secara konstan, hal tersebut bisa meningkatkan peradangan.
Kabut otak yang terkait dengan depresi atau kecemasan sering terasa seperti kelelahan terus-menerus atau rasa tidak enak badan secara umum.
Baca juga: 5 Pantangan Hipertiroid yang Penting Diperhatikan Penderita
Jika Anda memiliki gula darah rendah (hipoglikemia), Anda bisa merasa pusing, pusing, berkabut atau gugup dan tidak dapat berkonsentrasi.
Hal ini terutama berlaku pada penderita diabetes jika tubuh mereka menghasilkan terlalu banyak insulin.
Terkadang, Anda bahkan bisa mengalami kadar gula darah rendah setelah makan.
Beberapa kondisi autoimun juga terkait dengan kabut otak, termasuk:
“Serangan yang berkepanjangan pada sistem kekebalan cenderung berdampak pada fungsi otak seseorang,” ucap Krishnan.
Beberapa kepekaan terhadap makanan juga dapat menyebabkan kabut otak atau respons peradangan terkait.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.