MENGALAMI sakit berat dan melalui masa sakit merupakan sebuah pengalaman yang berharga. Setidaknya ada pembuktian dari teori-teori yang pernah kita pelajari sebelumnya. Namun banyak hal yang juga tidak dipahami.
Hal itu memicu untuk belajar kembali dari berbagai sumber. Syukur kita hidup di masa perangkat digital yang dengan begitu mudah dapat membantu kita belajar. Cara belajar kita jadi berbeda dengan cara belajar di masa pendidikan. Jika dahulu belajar untuk bisa melalui tahapan dalam masa pendidikan, saat ini belajar untuk memperoleh jawaban dari setiap masalah yang tengah dihadapi.
Dua pendekatan cara belajar yang berbeda. Yang pertama fokus pada materi pembelajaran. Satu per satu materi pembelajaran dikupas dan dipelajari. Sedangkan cara kedua fokus pada masalah, sehingga materi pembelajaran yang harus dipelajari tidak fokus. Loncat ke berbagai materi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi.
Baca juga: Gangguan Metabolisme
Cara pertama memang sangat ideal di lembaga pendidikan. Namun seringkali tidak bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Lantaran masalah kehidupan tidak linear seperti materi kurikulum. Masalah kehidupan seringkali dipengaruhi berbagai faktor yang saling berhubungan.
Cara belajar kedua, memang sangat tepat dalam menghadapi masalah nyata dalam kehidupan. Namun tidak efektif dalam proses pembelajaran. Waktu yang dibutuhkan untuk belajar dengan cara ini sangat lama. Belum lagi jika bahan pembelajarannya tidak tersedia.
Inilah yang dihadapi dalam dunia kedokteran. Antara kebutuhan untuk memahami persoalan dan memenuhi kebutuhan akan tenaga dokter. Maka tak heran untuk menjembatani hal tersebut dibuat jenjang pendidikan berkelanjutan. Sayangnya, lagi-lagi karena masalah waktu, pendidikan lanjutan tetap berfokus pada materi pembelajaran, bukan pada masalah. Akibatnya dibuatlah pembagian pendidikan yang sifatnya parsial.
Cara berfikir parsial ini tidak hanya menimpa para praktisi bahkan juga peneliti. Tak heran ketika bicara tentang suatu masalah, antara satu keahlian dengan keahlian seolah tidak terhubung.
Atas nama penghormatan profesi seorang dokter ahli saraf tidak akan bicara tentang vasopresin karena itu sudah jadi garapan ahli hipertensi. Padahal pelepasan vasopresin sangat dipengaruhi oleh hipotalamus, salah satu bagian otak yang mengatur pelepasan vasopresin.
Begitu juga dengan pelepasan vasopresin yang dipengaruhi oleh peningkatan kadar glukosa darah. Tidak ada yang berani mengklaim wilayah itu. Apakah ahli endokrin atau ahli hipertensi?
Hal itu yang jadi kesulitan dalam menjelaskan autofagi. Tidak heran, berkali-kali tanggapan dari sejawat justru mengatakan autofagi sebagai terapi alternatif. Padahal sudah jelas teori-teori yang mendukung prinsip autofagi sudah establish. Sudah diakui keabsahan oleh dunia kedokteran. Autofagi bukan terapi alternatif. Pemahamannya didukung teori yang mapan dalam dunia kedokteran.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.