Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dikdik Kodarusman
Dokter RSUD Majalengka

Dokter, peminat kajian autofagi. Saat ini bekerja di RSUD Majalengka, Jawa Barat

Bersyukur Saya Pernah Diabetes

Kompas.com - 17/08/2022, 09:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DIABETES bukan karena kekurangan insulin, melainkan karena proses glukoneogenesis yang berlebihan. Artinya, tindakan untuk membatasi asupan makanan malah akan memperburuk kondisi diabetes.

Hal ini disebabkan tidak adanya rangsangan pelepasan inkretin. Padahal inkretinlah yang merangsang pelepasan insulin.

Penemuan inkretin sebenarnya sudah lama. Pada tahun 1934, seorang ilmuwan asal Belgia Jean La Barre menemukan inkretin.

Inkretin terdiri dari beberapa jenis hormon. Yang paling bermakna dalam metabolisme glukosa adalah GIP dan GLP-1.

GIP = gastric inhibitory peptide, adalah senyawa yang merangsang pelepasan insulin. Sedangkan GLP-1 = glucagon like peptide 1, senyawa yang menghambat kerja glukagon.

Ketiadaan dua senyawa ini tentu akan mengakibatka proses katabolisme lemak menjadi glukosa terus berlangsung. Akibatnya kadar glukosa darah meningkat, keseimbangan cairan terganggu.

La Barre pernah mengusulkan untuk menggunakan GLP-1 sebagai obat untuk mengatasi diabetes.

Namun entah mengapa riset tentang GLP-1 tidak pernah terdengar. Mungkin karena pada dasarnya GLP-1 mudah tersintesa secara alami oleh makanan yang masuk saluran cerna.

Konsekuensi dari pemahaman ini adalah arah tindakan pengobatan diabetes melitus. Selain mengatasi gangguan keseimbangan cairan. Juga mengatasi faktor-faktor yang memengaruhi pelepasan glukagon. Kelebihan glukagonlah yang seharusnya jadi fokus

Glukagon dan beberapa hormon yang bekerja mirip glukagon, bekerja berdasarkan perangsangan saraf otonom. Fungsi saraf otonom dipengaruhi oleh beberapa neurotransmitter. Yang terutama adalah asetil kolin.

Asetil kolin adalah neurotransmitter yang paling luas pengaruhnya. Pelepasan asetil kolin tidak hanya memberikan penghantaran sinyal listrik secara langsung di reseptor kolinergik. Juga memengaruhi pelepasan neurotransmitter lain yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise.

Banyak sekali jenis neurotransmitter yang diidentifikasi saat ini. Masing-masing neurotransmitter memengaruhi berbagai organ dan perasaan. Misalnya oksitosin.

Neurotransmitter ini akan memengaruhi kontraksi rahim saat melahirkan. Oksitasin juga memengaruhi perasaan tenang pada ibu menyusui.

Neurotransmitter lain yang cukup dikenal adalah epinefrin. Epinefrin memiliki pengaruh yang luas, tergantung jenis reseptornya.

Pada otot polos pembuluh darah akan mengakibatkan penyempitan (vasokontriksi). Pada otot polos saluran napas justru akan mengakibatkan relaksasi (bronkodilator).

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau