Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bersyukur Saya Pernah Diabetes

Hal ini disebabkan tidak adanya rangsangan pelepasan inkretin. Padahal inkretinlah yang merangsang pelepasan insulin.

Penemuan inkretin sebenarnya sudah lama. Pada tahun 1934, seorang ilmuwan asal Belgia Jean La Barre menemukan inkretin.

Inkretin terdiri dari beberapa jenis hormon. Yang paling bermakna dalam metabolisme glukosa adalah GIP dan GLP-1.

GIP = gastric inhibitory peptide, adalah senyawa yang merangsang pelepasan insulin. Sedangkan GLP-1 = glucagon like peptide 1, senyawa yang menghambat kerja glukagon.

Ketiadaan dua senyawa ini tentu akan mengakibatka proses katabolisme lemak menjadi glukosa terus berlangsung. Akibatnya kadar glukosa darah meningkat, keseimbangan cairan terganggu.

La Barre pernah mengusulkan untuk menggunakan GLP-1 sebagai obat untuk mengatasi diabetes.

Namun entah mengapa riset tentang GLP-1 tidak pernah terdengar. Mungkin karena pada dasarnya GLP-1 mudah tersintesa secara alami oleh makanan yang masuk saluran cerna.

Konsekuensi dari pemahaman ini adalah arah tindakan pengobatan diabetes melitus. Selain mengatasi gangguan keseimbangan cairan. Juga mengatasi faktor-faktor yang memengaruhi pelepasan glukagon. Kelebihan glukagonlah yang seharusnya jadi fokus

Glukagon dan beberapa hormon yang bekerja mirip glukagon, bekerja berdasarkan perangsangan saraf otonom. Fungsi saraf otonom dipengaruhi oleh beberapa neurotransmitter. Yang terutama adalah asetil kolin.

Asetil kolin adalah neurotransmitter yang paling luas pengaruhnya. Pelepasan asetil kolin tidak hanya memberikan penghantaran sinyal listrik secara langsung di reseptor kolinergik. Juga memengaruhi pelepasan neurotransmitter lain yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise.

Banyak sekali jenis neurotransmitter yang diidentifikasi saat ini. Masing-masing neurotransmitter memengaruhi berbagai organ dan perasaan. Misalnya oksitosin.

Neurotransmitter ini akan memengaruhi kontraksi rahim saat melahirkan. Oksitasin juga memengaruhi perasaan tenang pada ibu menyusui.

Neurotransmitter lain yang cukup dikenal adalah epinefrin. Epinefrin memiliki pengaruh yang luas, tergantung jenis reseptornya.

Pada otot polos pembuluh darah akan mengakibatkan penyempitan (vasokontriksi). Pada otot polos saluran napas justru akan mengakibatkan relaksasi (bronkodilator).

Begitu banyak jenis neurotransmitter yang telah ditemukan tetap bermuara pada satu neurotransmitter asetil kolin. Namun yang belum dapat dijelaskan mengapa respons setiap neuron yang menghasilkan neurotransmitter bisa berbeda.

Yang bisa dipastikan dari perbedaan tersebut adalah pengaruh gen. Perbedaan respons tersebut dipengaruhi oleh gen ekstrakromosom.

Gen ini yang akan mentranskripsi jenis protein neurotransmitter yang dibentuk. Diduga gen ekstra kromosom ini pula yang membentuk pola perilaku individu.

Pada kasus diabetes, ada kecenderungan diabetes terjadi pada garis keluarga yang sama. Sehingga disebutkan kejadian diabetes melitus juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Artinya juga dipengaruhi oleh gen ekstra kromosom.

Gen ekstra kromosom inilah yang akan membentuk pola perilaku seseorang. Perilaku yang mengarahkannya untuk mengalami diabetes melitus. Juga perilaku tubuh untuk lebih mudah terjadi glukoneogenesis berlebih.

Untungnya proses glukoneogenesis selalu disertai oleh proses autofagi. Sehingga kondisi diabetes dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kelainan pada gen ekstra kromosom.

Dengan memanfaatkan proses autofagi pada diabetes, maka diabetes dapat disembuhkan. Bahkan penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan kelainan genetik juga dapat disembuhkan. Juga penyakit kanker yang merupakan kelainan mutasi gen ekstra kromosom.

Lebih menarik lagi pada kajian memetika. Bahkan kita dapat menentukan pola perilaku kita sendiri setelah pola perilaku lama dihancurkan melalui proses selektif autofagi.

Kita membangun ulang pola perilaku kita. Servo mekanis yang membuat seseorang sulit move on dari suatu masalah. Servo mekanis yang lebih sesuai dengan kondisi aktual.

Meski diabetes melitus awalnya dianggap sebagai penyakit katastropik, ternyata memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kualitas kehidupan.

Berbagai pola respons tubuh, berbagai pola perilaku ternyata berhubungan dengan gen ekstra kromosom. Semuanya bisa dirombak, bisa dibentuk ulang menjadi lebih baik. Lebih adaptif dengan kondisi lingkungan.

Semuanya mungkin dengan memahami diabetes bukan sebagai akibat kekurangan insulin. Diabetes terjadi akibat proses glukoneogenesis berlebih.

Glukoneogenesis dipengaruhi oleh glukagon yang juga memengaruhi proses autofagi. Proses autofagi yang dikenal sebagai mekanisme regenerasi sel.

Jadi saat sahabat didiagnosa menderita diabetes melitus, jangan sedih. Justru itu adalah kesempatan untuk berubah secara radikal menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Baik secara fisik maupun kepribadian. Lebih adaptif dengan kondisi aktual lingkungan

Ini telah saya buktikan sendiri. Mulai tahun 2020 saya mulai meninggalkan semua bentuk pengobatan konserbatif. Alasannya karena semakin lama semakin banyak keluhan yang dirasakan.

Sebelum berhenti minum obat kadar glukosa darah yang pernah saya derita hingga 599 mg/dl. Berbagai komplikasi sudah mulai diderita. Mulai dari neuropati perifer, aritmia kordis dan lain-lain.

Sejak 2020 hanya mengandalkan pengaturan pola diet dan perilaku. Syukur hingga sekarang gula darah saya stabil di kisaran 90-135 mg/dl.

Begitu juga dengan berbagai keluhan komplikasi. Sudah tidak minum obat-obatan lagi. Padahal sebelumnya, di samping obat antidiabetes juga ada empat-lima jenis obat lain yang menyertai.

Memang penyesalan selalu datang di akhir. Tapi saya bersyukur diberi kesempatan untuk belajar kembali. Menerapkan ilmu tersebut untuk apa yang saya keluhkan.

Mengapa tidak, teorinya jelas masuk akal. Tidak bertentangan dengan teori-teori kedokteran lainnya. Sama sekali bukan teori terapi alternatif. Meski dengan berbagai panduan terapi seringkali berseberangan.

Justru itu yang mengherankan saya. Setiap kali mengikuti berbagai webinar update tatalaksana hanya dijejali panduan. Tanpa pernah ada penjelasan teoritis tentang panduan tersebut.

Itulah mengapa akhirnya saya semakin tenggelam dalam mempelajari autofagi. Cinta lama bersemi kembali. Setelah lama hilang dalam rutinitas panduan.

Salam, semoga menjadi inspirasi hidup sehat.

https://health.kompas.com/read/2022/08/17/093516568/bersyukur-saya-pernah-diabetes

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke