MADINAH, KOMPAS.com- Kantor Kesehatan Haji Indonesia Madinah menyiapkan 62 ton obat-obatan untuk jemaah haji yang semuanya didatangkan dari tanah air.
Pengadaan obat di KKHI sudah memperhitungkan pola penyakit dan jumlah kebutuhan obat yang diperlukan.
Stok 62 ton obat itu berasal dari stok tahun 2023, termasuk kebutuhan obat di tahun 2024. Sisanya dilakukan stok opname lagi untuk kebutuhan di 2025.
Baca juga: Simak Panduan Pola Makan Penderita Diabetes Saat Ibadah Haji
“Ada kebutuhan obat yang sifatnya vital, ada esensial dan non esensial. Kalau vital itu ada penambahan sekitar 20 persen, vital misalnya jantung tambah 20 persen, esensial 20 persen, dan vitamin cukup 5 persen,”ujar Kasie Kesehatan KKHI Madinah Muhammad Firdaus SKM. MT KKM, Sabtu (11/5/2024), seperti dilaporkan jurnalis KOMPAS.com anggota Media Center Haji (MCH) 2024 Khairina dari Madinah.
Menurut Firdaus, penyakit yang paling banyak diderita tahun lalu adalah hipertensi, lalu gangguan-gangguan dislipidemia, seperti gangguan lemak dan kolesterol, lalu diabetes mellitus.
KKHI memiliki 26 dokter, termasuk dokter spesialis dan 36 perawat. Di KKHI terdapat fasilitas ruang Unit Gawat Darurat (UGD) yang memiliki 10 tempat tidur, ruang High Care Unit (HCU) dengan kapasitas 8 tempat tidur, lalu ruang rawat inap laki-laki dan perempuan yang masing-masing berkapasitas 18 tempat tidur. KKHI juga menyediakan ruang khusus psikiatri yang memiliki 8 tempat tidur.
“Ruang khusus psikiatri ini selalu terisi. Kasusnya macam-macam, ada gangguan jiwa. Penapisan untuk psikiatri dimulai di tanah air, tapi di Arab Saudi gejala-gejalanya muncul,” ujar Firdaus.
Menurut dia, sebenarnya sebelum melunasi biaya perjalanan ibadah haji, jemaah telah di-skrining terlebih dahulu. Tetapi, berbagai hal, mulai dari tekanan, cuaca yang panas, dan kondisi yang tidak nyaman membuat gangguan kejiwaan muncul.
HCU
Kepala KKHI Madinah Dr Karmijono mengatakan, tahun lalu, jemaah haji yang dirawat di HCU mengalami stroke, shock hipokolemik, dan shock kardiogenik. KKHI menerapkan, jemaah dirawat maksimal 3x24 jam, kalua tidak ada perubahan dirujuk ke rumah sakit di Arab Saudi.
“Tapi, itu pun tidak saklek kalau 1 x 24 jam kok tidak ada perbaikan dengan pengobatan yang diberikan juga harus dirujuk. Keselamatan pasien harus diutamakan,” ujar Karmijono.
Dia menambahkan, pihak KKHI tidak bisa mengerahkan semua kemampuan karena keterbatasan alat.
Baca juga: Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan
“Bukan kita tidak bisa menyediakan alat tapi karena izin untuk masuk ke sininya tidak semudah yang dibayangkan. Banyak persyaratannya sehingga alat kesehatan tidak bisa masuk sini sehingga kita pakai 1x24 jam kalau tidak ada forecast ke arah yang bagus ya sudah kita rujuk ke RS Arab Saudi,” ujarnya.
Dia menambahkan, selama ini pemerintah memiliki hubungan baik dengan rumah sakit di Arab Saudi. Pihak Arab Saudi juga membalas dengan kunjungan untuk mengetahui apa yang harus disiapkan
“Hubungan Menkes dengan Menteri Haji Arab Saudi juga bagus banget jadi kalau kita tidak menindaklanjuti, sayang. Sehingga harapannya dengan saling mengenal tersebut, semua kasus-kasus itu akan lebih lancar.
Paling tidak, kalau butuh pertolongan, diprioritaskan,” ujarnya.
Dehidrasi
Karmijono menambahkan, jemaah haji harus mempertimbangkan kondisi di Arab Saudi yang berbeda dengan kondisi di Indonesia.
Perjalanan penyakit kronis di Indonesia, kata Karmijono, tidak banyak dipengaruhi hal-hal luar seperti suhu dan kelembapan, berbeda dengan Arab Saudi.