KOMPAS.com - Jumlah anak usia sekolah dasar di Jakarta yang mengalami rabun jauh mengalami peningkatan. Data terbaru dari Tim Pengabdian Masyarakat untuk Kesehatan Mata menunjukkan, 4 dari 10 anak usia sekitar 9 tahun memiliki gangguan penglihatan ini.
Rabun jauh atau miopia merupakan kondisi mata yang menyebabkan objek yang letaknya dekat terlihat jelas, sementara objek yang letaknya jauh terlihat kabur.
Pimpinan Tim Pengabdian Masyarakat untuk Kesehatan Mata, Prof.Nila Moelok Sp.M mengatakan, temuan kasus rabun jauh ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan sebelum masa pandemi karena penggunaan gawai yang intens.
“Pandemi itu kan gadget terus ya, anak-anak jadi enggak suka aktivitas di luar ruangan. Kebiasaan lihat yang deket, itu yang membuat kasusnya naik,” tutur mantan Menteri Kesehatan RI tahun 2014-2019 ini.
Penderita rabun jauh harus menggunakan kacamata untuk memperbaiki penglihatan dan mencegah perburukan. Walau begitu, rabun jauh tidak boleh dianggap sepele karena dapat merusak retina mata.
Baca juga: Lepasnya Retina Mata, dari Penyebab, Gejala hingga Penanganan
“Yang dikhawatirkan dari miopia ini, kalau minus sampai 8 lebih, saraf retina matanya bisa copot. Retina detachement terjadi pada sekitar 20 persen dari kasus mata minus yang ada,” dr.Nila.
Retina merupakan lapisan tipis di belakang mata yang memiliki fungsi untuk memproses cahaya yang masuk ke dalam mata. Jika retina terlepas dari tempatnya, maka akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan kebutaan permanen.
Selain itu, rabun jauh juga dapat mengganggu proses belajar anak karena tidak dapat melihat dengan jelas.
Selain penggunaan kacamata, edukasi juga penting dilakukan untuk memastikan anak tetap patuh dan tidak malas menggunakan kacamata.
“Edukasi juga penting agar anak tak malas pakai kacamata, apalagi ada stigma dan potensi perundungan di sekolah pada anak yang menggunakan kacamata,” jelasnya.
Baca juga: 4 Gejala Mata Minus (Rabun Jauh) yang Baik Diketahui
Orangtua perlu mewaspadai gejala rabun jauh yang muncul pada anak, salah satu gejala yang haruas dikenali adalah ketika anak sering mengucek mata.
“Sering menyipitkan mata, atau ketika membaca sesuatu itu jaraknya dekat sekali, sering mengucek mata, sering kedip, dan jadi malas belajar, nah itu bisa jadi tanda miopia,” ujar Nila.
Survei mengenai kelainan refraksi tersebut dilakukan di dua sekolah dasar negeri di Jakarta dengan jumlah responden 269 anak kelas 4-6, berusia 9-12 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.