Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Fenomena Ida Dayak dan Pelayanan Kesehatan

Kompas.com - 09/04/2023, 06:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEMBLUDAKNYA kedatangan orang banyak untuk mendapatkan kesembuhan dari Ida Dayak di Depok, Jawa Barat, baru-baru ini menyadarkan kita akan dua hal.

Pertama, sebagian masyarakat masih mengalami kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan dari pemerintah.

Kedua, sebagian masyarakat kita percaya bahwa pengobatan alternatif nonmedis merupakan cara untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang diderita.

Kendala layanan kesehatan

Bagi masyarakat golongan ekonomi menengah-bawah, menjadi peserta BPJS, baik secara mandiri maupun disubsidi pemerintah, merupakan kesempatan besar untuk berobat, yang sebelumnya terasa berat karena biaya yang tidak terjangkau.

Saat ini banyak rumah sakit yang kewalahan menerima kedatangan pengunjung untuk berobat, berkat adanya BPJS.

Sebaliknya, mereka yang tidak menjadi peserta BPJS karena pilihan sendiri atau tidak termasuk dalam kelompok masyarakat yang memenuhi kriteria untuk mendapatkan subsidi iuran harus mencari upaya lain untuk berobat.

Mereka inilah yang mengharapkan layanan yang murah dan mujarab dari “orang pandai” seperti Ida Dayak.

Bagi mereka, berobat ke “orang pandai”, bukan ke rumah sakit atau ke dokter, adalah solusi satu-satunya yang terlihat.

Mereka tidak ke rumah sakit karena enggan mengikuti prosedur pengobatan medis dengan berbagai tes kesehatan, atau memakan waktu yang lama dan biaya transportasi yang tidak sedikit.

Ida Dayak menjanjikan pengobatan yang instan dan tidak bertarif, maka orang berduyun-duyun berdatangan sampai akhirnya distop oleh pihak penyelenggara.

Pengobatan alternatif

Mereka yang datang berobat ke “orang pandai” seperti Ida Dayak (Jakarta, 2023), M. Ponari (Jombang, 2009), Ningsih Tinampi (Pasuruan, 2022) umumnya berharap mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang dideritanya, apakah itu stroke, patah tulang, keseleo, salah urat, bahkan bisu dan tuli.

Mereka tidak terusik dengan metoda penyembuhan yang sama untuk berbagai macam penyakit, dengan menggunakan jampi, minyak gosok, air kembang, batu, dsb.

Atau dengan “memindahkan” penyakit dari seseorang ke hewan tertentu seperti kambing, seperti yang pernah diliput media televisi sekian puluh tahun yang lalu

Cukup disayangkan bahwa metoda pengobatan alternatif seperti itu masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia saat ini, padahal nenek moyang bangsa ini memiliki peradaban yang tinggi sejak ratusan bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu.

Agak mustahil untuk meragukan kemajuan pengobatan yang berbasis ilmu pengetahuan pada bangsa Indonesia yang dapat membangun candi sebesar Borobudur pada abad ke 7-9 Masehi ini.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau