Pemeluk agama Budha konon tidak biasa makan pada malam hari, atau hanya minum air putih selama berhari-hari untuk mengendalikan hasrat manusiawi, guna mencapai kebahagiaan di nirwana.
Untuk tujuan yang sama, pemeluk agama Hindu berpuasa pada hari-hari tertentu dalam satu minggu, dan pada beberapa hari tertentu lain dalam satu bulan.
Singkat cerita, puasa menjadi bagian dari peradaban manusia yang diturunkan dari generasi ke generasi untuk mencapai kehidupan yang harmonis di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Sejak beberapa puluh tahun terakhir, tumbuh pemahaman baru tentang puasa sebagai upaya untuk menyembuhkan berbagai penyakit tertentu.
Kemajuan ekonomi mendorong banyak penduduk mengonsumsi makanan dalam jumlah yang berlebih. Obesitas yang menyertai konsumsi berlebihan ini ternyata kemudian menyebabkan berbagai penyakit yang sebelumnya tidak begitu dikenal, seperti gangguan jantung.
Sebetulnya masalah kegemukan sudah terjadi berabad-abad yang lalu. Hipokrates (460-370 SM), filosof Yunani kuno, mengamati bahwa kematian mendadak lebih sering terjadi pada mereka yang berbadan gemuk daripada mereka kurus.
Ia mencetuskan ide untuk makan sekali saja dalam sehari dan mengonsumsi banyak lemak sehat agar obesitas berkurang.
Riset di dunia kesehatan menumbuhkan pemahaman bahwa puasa juga dapat menurunkan kadar gula darah, meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan energi, menurunkan kolesterol dalam darah, dan sejumlah manfaat lain.
Kini puasa semakin diyakini menjadi cara untuk mengatasi dan mencegah berbagai penyakit, sebagai alternatif atau komplemen terhadap pengobatan medis modern, seperti tindakan operasi, radiasi, kemoterapi, hormon terapi, imunoterapi, dan sebagainya.
Para ahli gizi mempelajari praktik-praktik puasa untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit tertentu. Varian puasa itu dapat disederhanakan menjadi puasa singkat, puasa sedang, dan puasa lama (Moore & Fung, 2017).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.