Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Puasa untuk Kebahagiaan

Kompas.com - 19/04/2023, 10:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PUASA bulan Ramadhan hampir usai. Selama sebulan penuh kaum Muslimin menahan diri untuk tidak makan dan minum, dari fajar hingga petang.

Bagi umat Islam, puasa bulan Ramadhan adalah ibadah wajib, dengan reward atau pahala berupa kebahagiaan di akhirat dan ketenangan jiwa di dunia.

Dari literatur diketahui bahwa puasa sudah dilakukan oleh manusia sejak awal peradaban. Motivasi berpuasa pada masa itu adalah mengatasi ketiadaan makanan karena berbagai peristiwa alam seperti kekeringan, serbuan serangga, penyakit, dan sebagainya.

Selama terjadinya bencana itu, sekelompok orang terpaksa berpuasa selama berhari-hari, bahkan lebih lama. Sebagian orang tidak tahan menahan lapar dan akhirnya tewas.

Bahkan pergantian musim juga memaksa orang untuk berpuasa, yaitu saat persediaan pangan habis, sementara tanaman belum tumbuh sampai musim semi tiba.

Dengan perkembangan peradaban, keterpaksaan berpuasa karena faktor alam berubah menjadi larangan untuk makan sesuai tuntunan orang suci.

Tujuannya untuk mengendalikan hawa nafsu, yang menjadi penyebab gangguan mental dan ketegangan sosial.

Puasa pun menjadi kegiatan budaya dan agama yang rutin dilakukan oleh berbagai bangsa.

Puasa rutin dilakukan oleh pemeluk agama Kristen, Yahudi, dan Islam. Ada tanggal-tanggal tertentu di mana umat wajib berpuasa, yang terkait dengan peristiwa-peristiwa sebagaimana disebutkan dalam Kitab-Kitab Suci.

Cara berpuasa secara lahir adalah tidak makan, minum dan berhubungan intim dari pagi hingga sore/malam. Waktu puasa diisi dengan mendalami Kitab Suci sebagai upaya untuk mendekatkan diri pada Ilahi.

Pemeluk agama Budha konon tidak biasa makan pada malam hari, atau hanya minum air putih selama berhari-hari untuk mengendalikan hasrat manusiawi, guna mencapai kebahagiaan di nirwana.

Untuk tujuan yang sama, pemeluk agama Hindu berpuasa pada hari-hari tertentu dalam satu minggu, dan pada beberapa hari tertentu lain dalam satu bulan.

Singkat cerita, puasa menjadi bagian dari peradaban manusia yang diturunkan dari generasi ke generasi untuk mencapai kehidupan yang harmonis di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Sejak beberapa puluh tahun terakhir, tumbuh pemahaman baru tentang puasa sebagai upaya untuk menyembuhkan berbagai penyakit tertentu.

Kemajuan ekonomi mendorong banyak penduduk mengonsumsi makanan dalam jumlah yang berlebih. Obesitas yang menyertai konsumsi berlebihan ini ternyata kemudian menyebabkan berbagai penyakit yang sebelumnya tidak begitu dikenal, seperti gangguan jantung.

Sebetulnya masalah kegemukan sudah terjadi berabad-abad yang lalu. Hipokrates (460-370 SM), filosof Yunani kuno, mengamati bahwa kematian mendadak lebih sering terjadi pada mereka yang berbadan gemuk daripada mereka kurus.

Ia mencetuskan ide untuk makan sekali saja dalam sehari dan mengonsumsi banyak lemak sehat agar obesitas berkurang.

Riset di dunia kesehatan menumbuhkan pemahaman bahwa puasa juga dapat menurunkan kadar gula darah, meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan energi, menurunkan kolesterol dalam darah, dan sejumlah manfaat lain.

Kini puasa semakin diyakini menjadi cara untuk mengatasi dan mencegah berbagai penyakit, sebagai alternatif atau komplemen terhadap pengobatan medis modern, seperti tindakan operasi, radiasi, kemoterapi, hormon terapi, imunoterapi, dan sebagainya.

Para ahli gizi mempelajari praktik-praktik puasa untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit tertentu. Varian puasa itu dapat disederhanakan menjadi puasa singkat, puasa sedang, dan puasa lama (Moore & Fung, 2017).

Puasa singkat jika berdurasi kurang dari satu hari, yaitu selama 12, 16 atau 20 jam. Pada puasa singkat ini, orang tidak boleh makan dan minum, atau hanya boleh minum saja.

Pertimbangannya, tanpa minum orang akan sakit karena tubuh memerlukan cairan agar organ-organ tubuh dapat berfungsi.

Untuk alasan kesehatan, cairan yang dapat diminum adalah air putih, kopi, atau teh.

Jika durasi puasa lebih lama, orang boleh minum kaldu atau jus. Semua minuman ini harus tidak mengandung gula atau kalori. Madu dan gula sintetis termasuk yang dilarang.

Varian puasa 16/8 tidak membolehkan orang makan selama 16 jam, misalnya dari pukul 8 malam hingga pukul 12 siang, dan boleh makan selama 8 jam selebihnya.

Ini adalah varian puasa yang cukup populer, karena memanfaatkan waktu tidur malam dan hanya mengurangi sarapan.

Varian puasa singkat yang lebih lama adalah 20/4, dengan jendela makan hanya 4 jam dalam sehari, misalnya antara pukul 14 siang hingga 18 sore.

Adapun puasa berdurasi sedang terbagi dalam beberapa varian, yaitu puasa 24, 36, atau 42 jam. Varian puasa 24 jam dilakukan dengan hanya makan sekali sehari, misalnya pada setiap pukul 19 malam, dan dilakukan secara berselang seling dengan hari tidak puasa atau dilakukan berturut-turut selama 5 hari dalam seminggu.

Varian puasa berdurasi lama adalah jika dilakukan selama lebih dari 42 jam. Manfaat puasa berdurasi lama adalah lebih cepat mencapai tujuan yang diharapkan, misalnya berat badan turun.

Banyak orang telah mencoba berpuasa jangka panjang tanpa makan dan hanya minum. Rekor terlama konon dilakukan oleh seorang pemuda Skotlandia pada tahun 1970-an. Ia tercatat berpuasa selama 382 hari berturut-turut.

Selama itu, ia hanya mengonsumsi cairan non kalori, multivitamin, dan suplemen. Berat badan pemuda itu turun dari 206,8 kilogram menjadi 81,6 kilogram dan hanya bertambah 7 kilogram selama lima tahun berikutnya.

Berbagai varian puasa tersebut dimaksudkan untuk digunakan sesuai tujuan dan kebutuhan masing-masing orang. Mereka yang sakit ringan atau ingin menurunkan berat badan, dapat menjalankan puasa varian 16/8 selama beberapa hari.

Sedangkan bagi mereka yang sakit lebih berat, seperti penderita kanker, perlu berpuasa dengan durasi yang lebih panjang, misalnya puasa hanya minum selama 7 hari berturut-turut, dan diulangi seminggu kemudian.

Dasar pemikirannya sederhana: dengan tidak ada asupan makanan, khususnya karbohidrat, maka sel-sel kanker akan tidak bisa berkembang biak, dan akhirnya mati.

Puasa untuk kesehatan umumnya dibarengi dengan mengurangi makanan tertentu, seperti nasi, roti dan karbohidrat lain. Maka muncul istilah diet fasto ketogenik, yang artinya selain berpuasa orang juga tidak makan karbohidrat.

Keto atau keton adalah energi yang dihasilkan oleh pembakaran lemak dalam tubuh. Dengan demikian, glukosa dalam darah berkurang namun energi untuk organ-organ tubuh tetap diproduksi.

Menentukan varian puasa dan pola makan yang akan dijalankan bukan masalah mudah, maka konsultasi dengan ahli gizi dan dokter perlu dilakukan.

Bagi umat Islam, puasa bulan Ramadhan dianjurkan untuk dilanjutkan dengan puasa 6 hari pada bulan Syawal.

Di luar bulan Ramadhan, juga dianjurkan puasa setiap hari Senin dan Kamis, puasa selang hari (atau puasa Daud), puasa pertengahan bulan, dan puasa pada beberapa hari tertentu lain.

Untuk tujuan kesehatan, ibadah puasa tersebut perlu disertai dengan menghindari makanan yang tidak diperlukan tubuh, dan mengurangi makanan yang membuat sakit atau yang membahayakan jika dikonsumsi secara berlebihan.

Melakukan secara teratur praktik berpuasa, baik bermotifkan agama maupun kesehatan, dalam lingkungan alam yang bersih dari polusi, akan berdampak pada terwujudnya tubuh yang sehat (sepanjang tidak ada penyakit keturunan).

Tubuh yang sehat adalah faktor kunci untuk dapat menikmati kegembiraan hidup. Harta kekayaan yang berlimpah tidak ada artinya jika tubuh sakit-sakitan.

Selamat mengakhiri puasa bulan Ramadhan. Jangan lupa untuk terus menjaga kesehatan tubuh dengan pola konsumsi yang sehat.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com