KOMPAS.com - Mata merah adalah kondisi umum yang terjadi saat seseorang mengalami masalah atau gangguan pada penglihatan. Namun, Anda perlu waspada jika kondisi ini terjadi pada bayi baru lahir.
Mata merah pada bayi baru lahir bisa menjadi tanda penyakit konjungtivitis. Selain mata merah, penyakit ini juga membuat kotoran mata atau belek menumpuk.
Kondisi ini membuat si kecil sulit membuka matanya. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai mata merah pada bayi baru lahir, simak penjelasan berikut.
Baca juga: 10 Penyakit Infeksi Pada Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir dengan mata merah sebaiknya segera mendapat perawatan medis yang tepat.
Mata merah pada bayi baru lahir ternyata merupakan tanda penyakit konjungtivitis.
Dilansir dari CDC, konjungtivitis pada bayi baru lahir bisa terjadi karena penyumbatan saluran air mata.
Iritasi akibat obat antimikroba topikal yang diberikan saat lahir juga bisa mengakibatkan konjungtivitis yang ditandai dengan mata merah.
Selain itu, pemicu mata merah pada bayi baru infeksi virus atau bakteri yang ditularkan dari ibu kepada si kecil selama proses persalinan.
Infeksi virus atau bakteri pada vagina ibu yang bisa mengakibatkan bayi mengalami konjungtivitis yaitu klamidia, gonore, dan streptococcus.
Selain mata merah, gejala konjungtivitis pada bayi baru lahir, termasuk:
Baca juga: 10 Gejala Hidrosefalus pada Bayi Baru Lahir, Orangtua Perlu Tahu
Bayi yang mengalami gejala konjungtivitis perlu segera periksa ke rumah sakit.
Dokter biasanya akan mengevaluasi gejala konjungtivitis pada bayi, mengamati penampilan mata bayi baru lahir, melakukan pengujian kotoran mata di laboratorium untuk mengidentifikasi jenis bakteri atau virus yang menginfeksi.
Tenaga kesehatan atau dokter mungkin memberikan obat antibiotik untuk mengatasi mata merah pada bayi dengan konjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Pemberian antibiotik dilakukan dengan cara meneteskan ke dalam mata atau berupa salep yang dioleskan (antibiotik topikal).
Antibiotik untuk mengatasi konjungtivitis pada bayi baru lahir juga bisa diberikan secara oral, disuntikkan ke dalam pembuluh darah (intravena), atau intramuskular.