Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Remehkan Efek Banjir Informasi bagi Mental

Kompas.com - 19/03/2024, 08:27 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Bahaya polusi udara, air, atau tanah, mungkin sudah kita pahami. Namun, sebenarnya manusia modern juga menghadapi polusi lain yang tak kalah berbahaya, yaitu banjir informasi.

Dengan kemudahan masuk ke dunia maya lewat ponsel, saat ini kita dihadapkan pada jumlah data yang belum pernah terjadi sebelumnya, jauh melampaui kemampuan kita untuk memprosesnya.

Hasilnya bisa berdampak negatif pada kesehatan mental, antara lain ketidakmampuan untuk mengevaluasi informasi dan mengambil keputusan. Yang paling sederhana, kita sering mudah percaya dengan hoaks atau pun mitos, termasuk informasi palsu soal kesehatan.

Terlalu seringnya orang membagikan kehidupan pribadinya di media sosial, terutama memamerkan kesuksesannya, juga terkadang membuat kita merasa tidak percaya diri jika kehidupan kita dirasa kurang beruntung dibanding orang lain.

Lebih jauh, kondisi tersebut bisa membuat kita enggan melakukan interaksi sosial, merasa tidak puas dengan pekerjaan, serta kekurangan motivasi.

Baca juga: Bahaya Hoaks, Ancaman Nyata dalam Mitigasi Bencana

Bahaya dari banjir informasi itu disampaikan para ilmuwan dalam artikel di Nature Human Behavior. Para ahli mengingatkan pentingnya mengenali dan mencegah bahaya tersebut.

Dari sudut pandang ekonomi, para pakar memperkirakan kerugian dari dampak negatif banjir informasi itu mencapai satu triliun dollar.

Selain dampak emosional dan kognitif, pertimbangan kontekstual dan lingkungan juga menambah kerugian pribadi dan ekonomi.

Para ahli telah memahami dampak buruk dari banjir informasi ini dalam pertempuan internasional dua tahun lalu. Mereka membandingkan fenomena banjir informasi ini dengan pergesaran lain di masyarakat yang historis, misalnya revolusi industri yang melahirkan polusi udara.

Setara dengan fenomena itu, "polusi informasi" atau "kabut data" juga perlu diatasi.

"Informasi yang berlebihan dapat memiliki implikasi yang serius," kata Curt Breneman, Ph.D., dekan Sekolah Sains Rensselaer.

"Ini dimulai dengan mengikis kesehatan mental, performa kerja, dan kepuasan kita, yang kemudian memengaruhi tindakan kelompok dan pada akhirnya, seluruh masyarakat," pungkasnya.

Baca juga: 6 Mitos Demam pada Anak yang Dibantah Ahli

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau