Keluarga dan pasien seringkali menunggu lama. Ketika dokter spesialis hadir, para pasien terlihat tersenyum, meski terasa kecut karena waktu tunggu yang cukup menyita waktu.
Pasien di ruang tunggu seperti tidak bergerak dan terus bertambah. Tentu kondisi rumah sakit yang mengakibatkan pasien menumpuk, wajah-wajah pasien tatapan kosong, dan seperti menunggu sesuatu tak terhindarkan.
Pemandangan layanan rawat jalan rumah sakit demikian jamak yang entah kapan kita dapat mengatasinya.
Pelayanan rawat jalan memang dipadati pasien dan keluarga mulai dari tempat pendaftaran/ verifikasi, ruang pelayanan, ruang farmasi, laboratorium, dll, yang seringkali ruang tunggu menjadi satu bercampur.
Keterbatasan tempat membuat pasien kelihatan penuh dan seringkali tidak tersedia petugas yang turun mengatur.
Bagaimana dengan rawat inap di rumah sakit? WHO menyatakan rumah sakit yang sehat dan efektif memberikan pelayanan maka BOR (Bed Occupancy Rate) tidak boleh di atas 60 persen kapasitas. Sedangkan Kemenkes menetapkan indikator BOR ideal berkisar 60-85 persen.
Statistik menunjukkan tidak banyak penduduk yang menjalani rawat inap di rumah sakit dalam setahun terakhir (2023). Persentase tertinggi di Provinsi Gorontalo dengan 5,12 persen dan terendah di Provinsi Papua sebesar 1,37 persen. Rata-rata nasional rawat inap mencapai 3,29 persen.
Kondisi BOR rumah sakit secara nasional masih aman karena di bawah standar yang ditentukan WHO sebesar 5 persen.
Rumah sakit mengalami BOR tertinggi pada saat pandemi Covid 19. Saat itu, BOR ruang isolasi dan ruang ICU hingga di atas 90 persen, bahkan beberapa rumah sakit di atas 100 persen.
Pandemi telah membuat rumah sakit jadi tempat yang menghantui bagi keluarga dan masyarakat.
Dari sini kita mendapatkan kenyataan bahwa pemandangan membeludaknya pasien datang ke rumah sakit di Indonesia saat ini merupakan kunjungan pasien rawat jalan.
Mereka membutuhkan pelayanan rujukan dan tenaga medis spesialistik karena masalah kesehatan yang diderita tidak dapat ditangani di fasyankes tingkat pertama (puskesmas, klinik).
Motivasi pasien dan keluarga datang ke rumah sakit tergantung pada pandangan dan persepsi setiap individu.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa motivasi fungsional yang tertinggi, yaitu alasan pasien ke rumah sakit karena kinerja kualitas layanannya. Selanjutnya motivasi estetika emosional, yaitu untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan layanan kesehatan.
Kemudian juga motivasi situasional di mana pasien lebih mementingkan kualitas daripada ketersediaan atau kuantitas.