Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Leila Mona Ganiem
Akademisi dan Konsultan Komunikasi

Doktor Ilmu Komunikasi, Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia

Harapan Masyarakat Terkait Dokter Asing

Kompas.com - 22/07/2024, 09:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ISU kehadiran dokter asing terus mengundang kontroversi. Bahkan kasus pemecatan Dekan Fakultas Kedokteran Unair, Prof Budi Santoso, BUS (selama beberapa hari), kerap dihubungkan dengan sikap beliau terkait dokter asing.

Muncul pertanyaan masyarakat, perlukah dokter asing berpraktik di Indonesia?

Pemerintah menilai, mendatangkan dokter asing adalah solusi jitu untuk mengatasi kekurangan tenaga medis, terutama di daerah terpencil dan kurang berkembang.

Alih teknologi atas praktik medis terbaru sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia.

Gagasan ini tampak sangat humanis. Namun, memahami sudut pandang stakeholder penting, yaitu masyarakat dan komunitas kesehatan juga sangat penting dilakukan.

Melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan beberapa pandangan terkait kehadiran dokter asing.

Pertama, sebagai masyarakat, saya memiliki kekhawatiran yang besar mengenai keberadaan dokter asing yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien adalah kunci keselamatan pasien.

Proses anamnesis, yang mencakup 80 persen diagnosa, membutuhkan percakapan langsung antara dokter dan pasien atau keluarganya, dan tidak dapat didelegasikan kepada orang lain.

Perbedaan bahasa dapat menghalangi komunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal, sehingga mengancam keselamatan pasien.

Meskipun bahasa resmi adalah bahasa Indonesia, banyak masyarakat yang lebih nyaman menggunakan bahasa ibu mereka, yang mencapai sekitar 700 bahasa.

Di negara-negara seperti Singapura, Filipina, Malaysia, dan Brunei, bahasa Inggris adalah bahasa kedua, sehingga komunikasi lebih terjamin bagi pengguna Bahasa Inggris. Namun, di Indonesia, bahasa Inggris kurang umum digunakan, bahkan di kalangan terdidik.

Oleh karena itu, dokter asing yang tidak menguasai bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat akan meningkatkan risiko kesalahan komunikasi dan keselamatan pasien, mengingat antara 50-80 persen keluhan pasien di dunia medis terkait komunikasi yang buruk.

Untuk itu, regulasi dari pemerintah pada dokter asing yang akan melayani pasien di Indonesia harus melibatkan minimal persyaratan kemampuan berbahasa Indonesia dari lembaga berwenang.

Pemahaman bahasa adalah syarat minimal. Syarat lainnya yang tidak kalah penting adalah pemahaman budaya dan komunikasi.

Salah satu gagasan dibukanya peluang dokter asing adalah untuk mengatasi kekurangan tenaga medis, terutama di daerah terpencil dan kurang berkembang.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau