ISU kehadiran dokter asing terus mengundang kontroversi. Bahkan kasus pemecatan Dekan Fakultas Kedokteran Unair, Prof Budi Santoso, BUS (selama beberapa hari), kerap dihubungkan dengan sikap beliau terkait dokter asing.
Muncul pertanyaan masyarakat, perlukah dokter asing berpraktik di Indonesia?
Pemerintah menilai, mendatangkan dokter asing adalah solusi jitu untuk mengatasi kekurangan tenaga medis, terutama di daerah terpencil dan kurang berkembang.
Alih teknologi atas praktik medis terbaru sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia.
Gagasan ini tampak sangat humanis. Namun, memahami sudut pandang stakeholder penting, yaitu masyarakat dan komunitas kesehatan juga sangat penting dilakukan.
Melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan beberapa pandangan terkait kehadiran dokter asing.
Pertama, sebagai masyarakat, saya memiliki kekhawatiran yang besar mengenai keberadaan dokter asing yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien adalah kunci keselamatan pasien.
Proses anamnesis, yang mencakup 80 persen diagnosa, membutuhkan percakapan langsung antara dokter dan pasien atau keluarganya, dan tidak dapat didelegasikan kepada orang lain.
Perbedaan bahasa dapat menghalangi komunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal, sehingga mengancam keselamatan pasien.
Meskipun bahasa resmi adalah bahasa Indonesia, banyak masyarakat yang lebih nyaman menggunakan bahasa ibu mereka, yang mencapai sekitar 700 bahasa.
Di negara-negara seperti Singapura, Filipina, Malaysia, dan Brunei, bahasa Inggris adalah bahasa kedua, sehingga komunikasi lebih terjamin bagi pengguna Bahasa Inggris. Namun, di Indonesia, bahasa Inggris kurang umum digunakan, bahkan di kalangan terdidik.
Oleh karena itu, dokter asing yang tidak menguasai bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat akan meningkatkan risiko kesalahan komunikasi dan keselamatan pasien, mengingat antara 50-80 persen keluhan pasien di dunia medis terkait komunikasi yang buruk.
Untuk itu, regulasi dari pemerintah pada dokter asing yang akan melayani pasien di Indonesia harus melibatkan minimal persyaratan kemampuan berbahasa Indonesia dari lembaga berwenang.
Pemahaman bahasa adalah syarat minimal. Syarat lainnya yang tidak kalah penting adalah pemahaman budaya dan komunikasi.
Salah satu gagasan dibukanya peluang dokter asing adalah untuk mengatasi kekurangan tenaga medis, terutama di daerah terpencil dan kurang berkembang.
Masyarakat di daerah akan lebih terbiasa menggunakan bahasa daerah dengan budaya yang khas.
Maka dokter asing harus mengikuti program orientasi budaya untuk memahami norma-norma, nilai-nilai, dan tradisi masyarakat Indonesia serta menerima pelatihan khusus dalam komunikasi nonverbal untuk memastikan interaksi yang efektif dengan pasien.
Jika diperlukan, penerjemah medis yang terlatih dan memahami terminologi medis serta konteks budaya harus disediakan untuk membantu komunikasi antara dokter asing dan pasien, guna memastikan pelayanan kesehatan yang aman dan efektif.
Kedua, sebagai masyarakat, saya berharap dokter asing yang berpraktik di Indonesia adalah dokter berkualitas dan kompeten, yang dibuktikan melalui proses uji kompetensi dan pengawasan ketat.
Dokter asing harus lulus dari fakultas kedokteran yang diakui secara internasional dan menjalani ujian sertifikasi setara dengan standar lokal.
Selain itu, mereka harus menjalani masa praktik klinis terpantau dan penilaian kompetensi berkala sebelum mendapatkan izin praktik dari lembaga kredibel di Indonesia seperti Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
Pemerintah perlu memastikan bahwa proses perizinan dan pengawasan praktik dokter asing dilakukan dengan seksama, serta menyediakan sistem pengaduan efektif untuk menangani keluhan masyarakat secara cepat dan adil, guna menjaga standar etika dan profesionalisme dalam pelayanan kesehatan.
Memperoleh dokter dengan kompetensi mumpuni perlu benar diupayakan. Ini tantangan besar karena menurut Menkes, hampir tiap negara mengalami kekurangan dokter.
Dokter yang kompeten sangat mungkin akan dipertahankan di negaranya. Jangan sampai pelonggaran persyaratan pada dokter asing yang akan berpraktik di Indonesia dapat merugikan keselamatan masyarakat.
Ketiga, sebagai masyarakat, saya berharap dokter asing juga bersedia bekerja di daerah terpencil dan kurang berkembang, bukan hanya melayani pasien middle-up di kota besar yang cenderung berobat ke luar negeri.
Jika dokter asing hanya fokus pada pasien kaya di kota, maka hal ini dapat berdampak negatif pada perkembangan pendidikan dan praktik kedokteran di Indonesia.
Praktik semacam ini dapat memperlebar kesenjangan akses layanan kesehatan, menghambat pemerataan distribusi tenaga medis, dan mengurangi kesempatan dokter lokal untuk belajar dari kolaborasi dengan dokter asing.
Selain itu, keberadaan dokter asing di daerah terpencil dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di wilayah tersebut, mengurangi beban kesehatan masyarakat, dan memperkaya pengalaman klinis dokter lokal melalui transfer pengetahuan dan teknologi medis.
Praktik kedokteran adalah suatu ‘hak istimewa’ untuk memberikan pelayanan pada tubuh pasien yang tidak dapat dilakukan oleh siapa saja.
Medical practice is not a right, but a privilege. Sebagai hak warga negara, masyarakat perlu memperoleh pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu.
Regulasi juga mengamanahkan pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tersebut.
Jika salah satu solusi pemenuhan kebutuhan adalah dokter asing, maka mohon dapat dipenuhi harapan masyarakat ini, termasuk harapan adanya upaya terbaik untuk menjaga kemajuan dan kedaulatan kesehatan di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.