Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Risiko Stunting dan Gangguan Pertumbuhan pada Bayi Alergi Susu Sapi

Kompas.com - 02/12/2024, 17:20 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

Sementara itu pada bayi yang tidak mendapatkan ASI, disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter anak untuk mendapatkan alterntif terbaik agar si kecil tetap mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.

Menurut Prof.Anang, alergi susu sapi tidak bisa diremehkan apalagi seringkali terjadi pada periode kritis pertumbuhan dan perkembangan anak.

Baca juga: Alergi Susu Sapi pada Anak Bisa Dicegah Sejak Dalam Kandungan

"Jika tidak diatasi alergi susu sapi bisa menyebabkan inflamasi kronik dan ini terjadi pada periode kritis pertumbuhan dan perkembangan sistem imun anak. Dampaknya adalah terganggunya kecerdasan fisik dan mental, serta dalam jangka panjang bisa meningkatkan risiko penyakit tidak menular," paparnya.

Pemberian nutrisi yang tidak optimal juga dapat menyebabkan bayi kekurangan nutrisi yang dibutuhkannya sehingga berat badan bayi kurang dan beresiko stunting.

Ditambahkan oleh dr.Klara Yuliarti Sp.A(K), pemberian nutrisi yang cukup pada bayi sangat penting, apalagi menurutnya setelah bayi mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan dan mulai mendapat makanan pendamping ASI (MPASI) bayi bereisko mengalami kenaikan berat badan yang tidak adekuat.

"Bayi berusia 6 bulan belum bisa 100 persen kebutuhan nutrisinya hanya dari MPASI, 70 persen harus didapat dari ASI. Lalu di usia 9-11 bulan, 50 persen didapat dari MPASI dan ASI," papar pakar nutrisi dan penyakit metabolik ini.

Baca juga: Bukan Hanya Masalah Gizi, Infeksi Berulang Juga Picu Stunting

Ia menyebutkan, bayi berusia 1-2 tahun, sekitar 70 persen kebutuhan nutrisinya berasal dari makanan padat baru sisanya dari ASI.

"Jadi, kalau bayi yang alergi tidak mendapat ASI harus ada penggantinya, karena tidak bisa hanya mengandalkan dari MPASI 100 persen," ujarnya.

Untuk meminimalisir dampak alergi pada bayi, pedoman European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN) merekomendasikan susu sapi terhidrolisis ekstensif (eHF) sebagai pengobatan lini pertama untuk anak-anak dengan kondisi alergi protein susu sapi, atau pun susu asam amino.

Di Indonesia, harga susu tersebut telah tersedia dan harganya memang relatif mahal karena formulasinya yang khusus dan masih diimpor.

Di Eropa, susu khusus sebagai terapi anak alergi susu sapi ditanggung oleh asuransi atau asuransi sosial dari pemerintah.

Menurut Prof.Anang, pada umumnya anak akan bisa menoleransi protein susu sapi seiring bertambahnya usia.

Meski begitu, pada masa kritis pertumbuhan orangtua tidak boleh menyepelekan alergi susu sapi agar anak tidak sampai kekurangan nutrisi.

Baca juga: Mengapa Bayi yang Lahir Caesar Punya Sistem Imun Rendah

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau