KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia merilis hasil Surveilans Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKMRT) di Indonesia tahun 2023 pada Jumat (20/12/2024).
Survei ini dilakukan di berbagai daerah di Indonesia untuk mengukur tingkat keamanan dan kualitas air minum yang dikonsumsi masyarakat.
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Prof. Dante Saksono Harbuwono, menyebut bahwa survei tahun ini menunjukkan peningkatan signifikan pada kualitas air minum yang aman untuk dikonsumsi.
Namun, ia juga mengungkapkan adanya tantangan besar, terutama terkait penggunaan air isi ulang di masyarakat.
Baca juga: Kemenkes: Demam Babi Afrika Tidak Membahayakan Manusia
Terlebih, hasil survei mengungkap temuan penting, salah satunya adalah kontaminasi bakteri E. coli pada air minum isi ulang yang banyak dikonsumsi masyarakat.
“Di Jakarta misalnya, kebutuhan air itu 50 juta meter kubik, sedangkan suplainya hanya 30 juta meter kubik. Jadi, kekurangannya masih banyak dan ini disuplai oleh penggunaan air isi ulang yang ternyata tercemar bakteri E. coli,” ungkap Prof. Dante, dikutip dari laman Sehat Negeriku.
Wamenkes mengingatkan bahwa air yang tercemar dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.
Sebagai contoh, ia mengutip wabah kolera yang terjadi di Distrik Soho, London, Inggris, pada 1854. Kala itu, sekitar 500 orang meninggal hanya dalam waktu satu minggu akibat konsumsi air yang terkontaminasi.
"Seorang dokter bernama John Snow membuktikan sumber wabah berasal dari pompa air Broad Street. Dengan menutup pompa air tersebut, wabah berhasil dikendalikan. Peristiwa ini menjadi tonggak penting untuk memahami bahwa air minum yang aman adalah kunci melindungi masyarakat dari ancaman penyakit,” jelasnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, Kemenkes mendorong agar hasil surveilans SKMRT menjadi perhatian bersama dalam upaya menyediakan air minum yang aman bagi masyarakat. Prof. Dante menjelaskan tiga strategi utama yang harus dilakukan:
Pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan akses terhadap air minum yang aman dan berkualitas. Kerja sama lintas sektor diperlukan untuk mengatasi masalah yang kompleks ini.
Baca juga: Kemenkes Bidik 50 Persen Puskesmas Layani Kesehatan Jiwa pada 2025
Prof. Dante meminta pemerintah daerah untuk menggunakan data hasil surveilans SKMRT Tahun 2023 sebagai dasar dalam menyusun kebijakan terkait air minum di wilayah masing-masing.
“Masing-masing daerah punya spesifikasi geografis dan pola masyarakat yang berbeda, sehingga jika hasil surveilans ini dilakukan integrasi, mudah-mudahan bisa memberikan masukan bagi pemda untuk menyediakan air minum yang lebih sehat kepada masyarakat,” katanya.
Masyarakat harus diberi pemahaman bahwa air yang dikonsumsi harus berasal dari sumber yang terpercaya dan memiliki izin dari pihak berwenang. Edukasi ini menjadi penting untuk mencegah dampak buruk konsumsi air yang tercemar.
Selain itu, Kemenkes akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta kementerian dan lembaga terkait untuk mengatasi masalah ini. Koordinasi juga dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran lebih lanjut di masa depan.