Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahaya Herpes Zoster pada Pasien Komorbid

Kompas.com - 15/01/2025, 13:03 WIB
Erlangga Satya Darmawan,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagian besar orang pasti mengenal herpes zoster atau cacar api. Penyakit ini ditandai dengan ruam kemerahan pada salah satu sisi tubuh.

Cacar api biasa diderita oleh seseorang yang semasa kecilnya pernah mengalami cacar air. Sama seperti cacar air, cacar api disebabkan oleh infeksi virus Varicella zoster.

Perbedannya, infeksi pada cacar api terjadi akibat keaktifan kembali virus tersebut yang selama ini tertidur bertahun-tahun.

Umumnya, penderita cacar api adalah seseorang yang sudah berusia 50-an tahun. Di usia ini, sistem imun seseorang melemah sehingga virus Varicella zoster dapat aktif kembali.

Cacar api tidak hanya sebatas ruam di kulit. Kenyataannya, penyakit ini bisa menimbulkan rasa nyeri luar biasa, seperti tersengat listrik atau terbakar.

Bahkan, kondisi tersebut bisa berlangsung berbulan-bulan hingga bertahun-tahun setelah ruam menghilang.

Dokter (dr.) Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, FRSPH selaku Internis dan Vaksinolog mengatakan, penderita dengan penyakit penyerta atau komorbid bisa punya risiko lebih tinggi bila terkena cacar api.

"Pada prinsipnya, semua orang dengan komorbid yang terkena herpes zoster atau cacar api akan mengalami gejala yang lebih berat jika dibandingkan mereka yang tidak memiliki penyakit penyerta," ujar dr Dirga kepada Kompas.com, Senin (5/12/2024).

Dikutip dari penelitian yang dimuat dalam The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism pada 2021, dr Dirga menyebutkan beberapa kelompok utama komorbid yang berisiko tinggi mengalami herpes zoster.

Kelompok tersebut meliputi penderita diabetes dengan peningkatan risiko hingga 38 persen, penyakit kardiovaskular 34 persen, dan kanker dengan risiko dua kali lipat.

Selain itu, ada pula penyakit autoimun, seperti Rheumatoid Arthritis, Lupus, dan inflammatory bowel disease yang risikonya bisa meningkat sekitar 1,2 hingga 2 kali lipat.

Sementara, penderita penyakit paru-paru kronis, seperti PPOK dan asma, memiliki peningkatan risiko sekitar 30 persen.

Dokter Dirga melanjutkan, komorbid tidak hanya meningkatkan risiko terkena cacar api, tetapi juga dapat memperparah gejala.

"Misalnya, pada pasien diabetes yang terinfeksi herpes zoster itu, kadar gula darah yang awalnya terkontrol bisa mendadak melonjak. Begitu juga dengan penderita jantung yang sebelumnya tidak mengalami sesak napas bisa tiba-tiba sesak setelah terinfeksi," katanya.

Herpes zoster yang menyerang area wajah, tambah dr Dirga, memiliki potensi komplikasi yang lebih berbahaya karena lokasinya yang dekat dengan mata dan otak.

"Kondisi ini disebut Herpes Ophthalmicus. Virus melukai saraf mata sehingga bisa menyebabkan gangguan penglihatan hingga kebutaan. Meski kasus ini jarang terjadi ketimbang gejala nyeri, komplikasinya bisa sangat serius," jelas dr Dirga.

Pada kasus yang lebih ekstrem, infeksi dapat menjalar ke otak dan menyebabkan gejala mirip stroke.

"Karena menyerang saraf wajah, pasien bisa mengalami kelumpuhan otot wajah sehingga mulutnya mencong. Bahkan, bisa mengalami gangguan pendengaran. Inilah yang membuat cacar api di area wajah memerlukan penanganan lebih serius dan intensif," ucap dr Dirga.

Baca juga: Bahaya Herpes Zoster dan Pentingnya Vaksinasi

Penanganan berbeda

Berbeda dengan pasien cacar api biasa, penanganan pada pasien dengan komorbid membutuhkan perhatian khusus dan pendekatan yang lebih komprehensif.

“Penanganan pasien dengan komorbid membutuhkan pendekatan komprehensif. Selain perlu mengobatinya dengan obat antivirus selama 7-14 hari, dokter juga harus memastikan komorbidnya tetap terkontrol. Kalau ada diabetes, gula darahnya harus dijaga tetap normal. Obat-obat untuk komorbid tetap harus dilanjutkan," ucap dr Dirga.

Selain itu, dalam beberapa kasus, pengobatan pada pasien komorbid bisa memakan waktu lebih lama, yaitu 2-3 minggu atau bahkan berbulan-bulan.

Khusus untuk pasien dengan komorbid yang mengalami cacar api di area wajah, penanganan harus dilakukan dengan lebih intensif.

"Pengobatannya membutuhkan usaha yang besar dan biaya yang tidak sedikit. Sebab, kita harus memulihkan penglihatan, pendengaran, dan melakukan fisioterapi. Sayangnya, kadang masih ada gejala sisa," jelas dr Dirga.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam sekaligus Vaksinolog Dokter (dr.) Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, FRSPH, Dok. Istimewa Dokter Spesialis Penyakit Dalam sekaligus Vaksinolog Dokter (dr.) Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, FRSPH,

Dokter Dirga menyebutkan bahwa tantangan bisa semakin pelik jika pasien memiliki masalah pada bagian ginjal dan hati.

“Obat antivirusnya itu bisa diminum lima kali sehari. Ini kan belum termasuk obat lain. Makanya, pemberian pereda nyeri pada lansia tidak mudah karena dapat mengganggu fungsi ginjal dan hati. Di satu sisi, mereka juga harus mengonsumsi obat-obat untuk penyakit dasarnya, seperti diabetes atau hipertensi," ujar dr Dirga.

Untuk diketahui, sama seperti penderita cacar api pada umumnya, penderita cacar api dengan komorbid akan mengalami nyeri hebat di sekujur tubuh.

Bahkan, rasa nyeri tersebut bisa berlanjut, meskipun ruam sudah sembuh. Kondisi nyeri ini disebut sebagai Neuralgia Pascaherpes (NPH).

Dikutip dari laman Kemenkes, kasus NPH sering ditemukan pada kelompok usia 45-64 tahun dengan angka mencapai 26,5 persen.

"NPH sangat mengganggu kualitas hidup. Pasien mengalami kesulitan tidur, makan terganggu, dan harus bolak-balik ke dokter karena nyeri yang tak tertahankan. Bayangkan, lansia yang seharusnya menikmati masa tuanya dengan bahagia, justru harus berkutat dengan rasa nyeri sepanjang sisa usianya," ungkap dr Dirga dengan prihatin.

Cegah dengan vaksinasi

Mengingat kompleksitas penanganan dan risiko komplikasi yang serius, dr Dirga pun menyarankan untuk melakukan vaksinasi, terutama bagi yang memiliki komorbid, guna mencegah cacar api.

Menurut dr Dirga, vaksinasi cacar api untuk orang yang memiliki komorbid tetap aman untuk dilakukan. Bahkan, orang dengan komorbid perlu segera melakukan vaksinasi.

Justru, vaksinasi semakin penting dilakukan jika seseorang memiliki komorbid.

“Kalau orang dengan komorbid terkena herpes zoster, risikonya jauh lebih berat jika dibandingkan yang tidak punya. Jangan kebalik. Ini seperti kasus pandemi dulu. Ada orang dengan diabetes tidak boleh vaksin dan disuruh pulang. Padahal, orang dengan diabetes yang terkena Covid-19 justru akan mengalami gejala lebih berat. Logika yang sama berlaku untuk cacar api," kata dr Dirga.

Vaksin cacar api sendiri bekerja dengan meningkatkan kekebalan tubuh terhadap virus Varicella zoster.

Vaksinasi cacar api direkomendasikan untuk dua kelompok utama. Pertama, semua orang berusia 50 tahun ke atas, baik dengan atau tanpa komorbid.

Kedua, orang berusia 18-50 tahun yang memiliki komorbid. Vaksin cacar api sendiri diberikan dalam dua dosis untuk memberikan perlindungan jangka panjang.

Meski begitu, dr Dirga tetap mengingatkan bahwa seseorang yang memiliki komorbid tetap memerlukan perhatian khusus sebelum melakukan vaksinasi.

"Kondisi komorbid tetap harus diperhatikan dan dikontrol saat akan divaksinasi. Misalnya, untuk pasien diabetes, gula darahnya harus stabil dulu. Secara keseluruhan, vaksin herpes zoster aman dan efektif. Efek samping yang paling sering dilaporkan hanya berupa nyeri di bekas suntikan seperti vaksin-vaksin lain. Vaksin ini juga terbukti dapat mengurangi risiko komplikasi NPH,” ucapnya.

Di Indonesia, vaksinasi cacar api saat ini sudah tersedia di berbagai rumah sakit dan sudah masuk dalam rekomendasi Satgas Imunisasi Dewasa Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) per Juli 2024.

Individu yang ingin melakukan vaksinasi cacar api bisa melakukannya secara mandiri.

“Vaksinasi ini merupakan investasi kesehatan yang penting, terutama bagi yang komorbid. Untuk yang memiliki komorbid, ingat pencegahan selalu lebih baik daripada pengobatan. Apalagi, pengobatan cacar api pada pasien dengan komorbid bisa sangat kompleks dan mahal. Belum lagi risiko komplikasinya yang dapat mengganggu kualitas hidup," ujar dr Dirga.

Baca juga: Apakah Herpes Zoster Itu Berbahaya? Ini Faktanya...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau