Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/10/2014, 10:27 WIB
dr Andri, SpKJ, FAPM

Penulis


Beberapa bulan yang lalu saya menangani beberapa kasus depresi berat yang membuat  pasiennya tidak bisa bekerja dan kualitas hidupnya turun drastis. Di antara sekian kasus depresi yang saya tangani, dua kasus gangguan depresi berat yang saya tangani ini menarik untuk dijadikan contoh karena berkaitan dengan terapi yang dihentikan sepihak oleh pasien tanpa saran dokter.

Sebenarnya kasus-kasus depresi berat bukanlah kondisi yang jarang ditemukan di praktek psikiater. Pasien dengan depresi berat merupakan “kerjaan” psikiater sehari-hari. Depresi berat bukan hanya membahayakan karena sering kali dibarengi dengan upaya bunuh diri dari pasiennya, tetapi juga sangat menurunkan kualitas hidup pasien yang mengalaminya.

Beberapa bulan yang lalu saya menangani dua kasus depresi berat yang dialami oleh perempuan usia 40-an awal. Mereka mengalami depresi berat dengan pemicu kondisi pekerjaan yang memiliki tekanan yang berat. Pasien perempuan pertama selain mengalami gejala-gejala depresi yang berat juga mengalami kecemasan yang luar biasa.

Pasien merasakan kehidupannya hampa dan merasa putus harapan. Dia tidak yakin bisa kembali normal seperti sedia kala. Saat sedang dalam terapi awal pasien sering kali BBM menanyakan tentang gejalanya yang timbul. Sehari bisa BBM sampai 3-5 kali kepada saya untuk mengkonfirmasi gejala dan menanyakan apakah bisa sembuh.

Pasien kedua mengalami depresi berat dan disadari oleh keluarganya. Pasien sendiri tidak mau keluar dari kamar dan kerjanya hanya tidur-tiduran saja. Energi dirasakan tidak ada lagi dan pasien beberapa kali mengatakan ingin mati saja.

Pada masa awal pengobatan (initial treatment) pasien masih mengalami gejala-gejala yang tidak nyaman berkaitan dengan cemas dan depresinya. Berulang kali pasien menanyakan mengapa dirinya masih belum kembali normal. Pada fase berikutnya, ketika obat sudah mulai dimakan selama 8 minggu, pasien mulai merasakan perubahan.

Pasien depresi yang gejala cemasnya dominan mulai merasakan cemasnya sudah jauh berkurang walaupun semangatnya belum pulih seperti sedia kala. Pasien yang diam di kamar terus sudah mulai mau keluar kamar dan menanyakan kepada keluarga tentang kondisi rumah.

Tiga bulan setelah memakai obat pasien sudah mulai merasakan perubahan signifikan. Gejala kecemasan dan depresi pasien pertama sudah tidak dirasakan lagi dan aktifitas kembali normal. Pasien kedua sudah mulai mau ke kantor kembali dan memasak untuk keluarganya. Sayangnya pasien kemudian menghentikan pengobatan dan tidak kontrol lagi.

Obat Teratur

Antidepresan sebagai bagian dari terapi depresi memang bukan satu-satunya modalitas dalam terapi. Namun demikian penggunaan antidepresan sebagai terapi depresi telah dibuktikan secara ilmiah memberikan manfaat dalam perbaikan pasien.

Dalam berbagai penelitian dikatakan bahwa penggunaan antidepresan akan membuat perbaikan dalam bulan pertama pemberian obat. Secara umum dikatakan dua minggu adalah waktu yang dibutuhkan oleh antidepresan bekerja optimal di susunan saraf pusat yang mengalami ketidakseimbangan. Sebagian lainnya mengatakan ada beberapa antidepresan yang bisa bekerja optimal di minggu pertama.

Walaupun bisa bekerja di sebulan pertama pengobatan, namun dalam praktek disarankan pasien tetap makan obat sampai beberapa lama setelah perbaikan gejala. Kondisi gangguan depresi bisa mengalami perbaikan di minggu ke delapan atau sebelumnya, namun pengobatan disarankan untuk diminum sampai beberapa bulan sesudahnya.

Beberapa penelitian banyak mengatakan waktu 6 bulan sejak perbaikan gejala adalah waktu pengobatan yang disarankan untuk kasus yang baru pertama kali mengalami depresi. Sedangkan untuk kasus berulang disarankan lebih dari 2 tahun atau bahkan seumur hidup.

Gangguan depresi memang tidak bisa dianggap ringan. Masalah keberulangan adalah masalah yang sering dikaitan dengan depresi. Hal lain lagi adalah gejala sisa yang masih sering dialami oleh pasien walaupun pengobatan sudah dilakukan beberapa lama. Itulah mengapa tidak ada antidepresan yang mengklaim dirinya sebagai satu-satunya obat yang bisa mengatasi segala macam gejala depresi. Kondisi pasien yang bermacam rupa ini yang menyebabkan pengobatan depresi sendiri sangat individual.

Lamanya berobat juga menjadi kendala dalam praktek sehari-hari. Pasien cenderung ingin segera menghentikan obat segera setelah membaik, pola pikirnya sama dengan mengobati penyakit akibat infeksi virus atau bakteri. Sedangkan depresi bukanlah penyakit seperti itu. Pengobatan yang lama saja tidak menjamin pasien tidak mengalami kekambuhan walaupun dalam masa terapi. Itulah yang menyebabkan beberapa penelitian menyarankan pengobatan yang lebih lama bahkan seumur hidup pada pasien yang sering berulang episode depresinya.

Semoga tulisan singkat mengenai terapi depresi ini bisa dipahami oleh pembaca sekalian terutama yang pernah atau sedang menjalani terapi depresi. Semoga bermanfaat.

Salam sehat jiwa.
 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau