Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peta Indikatif Hapus 17 Juta Hektar Gambut

Kompas.com - 15/06/2011, 03:15 WIB

Jakarta, Kompas - Peta indikatif lampiran Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut menghapus sebagian besar lahan gambut yang tersisa. Dari 21,5 juta hektar lahan gambut yang dipetakan tahun 2004, yang termaktub ke dalam peta indikatif hanya 4,5 juta hektar sehingga 17 juta hektar lahan gambut terhapus.

”Kami membandingkan secara digital data peta indikatif dengan data spasial lahan gambut dari satu-satunya peta gambut yang dibuat Wetlands International bekerja sama Kementerian Kehutanan yang dilansir tahun 2004,” kata spesialis Sistem Informasi Geografis (GIS) Greenpeace Asia Tenggara-Indonesia, Kiki Taufik, Selasa (14/6) di Jakarta.

Kiki mengatakan, sejumlah lahan gambut yang tidak masuk peta indikatif berada di sekitar kawasan konsesi industri. Ia mencontohkan, lahan gambut di Semenanjung Kampar, Riau, yang berbatasan dengan konsesi pengusahaan hutan untuk industri kertas dan bubur kertas terbesar di Indonesia justru tidak masuk peta indikatif.

”Lahan gambut di Merauke yang berdekatan dengan konsesi Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) juga tidak dimasukkan ke dalam peta indikatif moratorium izin baru,” kata Kiki.

Secara terpisah, Ketua Himpunan Gambut Indonesia Bambang Setiadi mengatakan, sejauh ini belum ditetapkan standar deforestasi hutan atau lahan gambut. Standar ini akan diusulkan ke Konferensi Himpunan Gambut Dunia tahun depan di Oslo, Norwegia.

”Ketentuan pemerintah hanya menyebutkan batasan kedalaman gambut di atas 3 meter tidak diizinkan untuk konsesi industri. Padahal, konservasi lingkungan dari lahan gambut bukan itu,” kata Bambang.

Menurut Bambang, gambut ibarat spons yang menyerap air pada musim hujan dan melepaskan sedikit demi sedikit pada musim kemarau. Ketersediaan sumber air seperti di Kalimantan akan bergantung pada kelestarian gambut.

Konsesi industri yang menyangkut hutan atau lahan gambut, menurut Bambang, harus memperhitungkan kondisi kubah gambut. Hampir semua gambut membentuk kubah.

Kepala Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Orbita Roswintiarti mengatakan, tahun 2009-2013 ada program Indonesia’s National Carbon Accounting System, antara lain menghitung karbon atas perubahan tutupan lahan. (NAW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com