Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teh Hijau Hambat Tuberkulosis

Kompas.com - 08/02/2012, 07:36 WIB

Oleh Sri Rejeki

Dua juta penduduk di dunia meninggal setiap tahun akibat tuberkulosis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, tahun 2006 di Indonesia ditemukan 14,4 juta kasus tuberkulosis dengan angka kematian 38 per 100.000 penduduk. Sebanyak 98 persen kematian terjadi pada penduduk usia produktif.

Meski telah tersedia obat antituberkulosis (TB), TB masih menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Penyebabnya, karakteristik bakteri penyebab TB, Mycobacterium tuberculosis, mampu menghindari sistem pertahanan tubuh manusia sehingga terapi kadang kala kurang efektif.

Pengobatan yang tidak konsisten menyebabkan resistensi obat akibat mutasi kromosom mikobakterium sehingga mampu menghindari efek kerja obat, menjadi kendala tersendiri.

Berangkat dari keprihatinan melihat kondisi ini, tiga mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Solo, yakni Afandi Dwi Harmoko, Yasjudan Rastrama, dan Trisna Adhy Wijaya, menganalisis beberapa penelitian dan menyimpulkan bahwa teh hijau (Camellia sinensis) dapat dijadikan terapi adjuvan (pendukung) bagi terapi TB yang ada. Ini karena teh hijau mengandung senyawa polifenol yang dapat menghambat perkembangbiakan mikobakterium, yakni epigallocatechin gallate (EGCG). Setiap gram teh hijau mengandung 30-50 gram EGCG.

Teh hitam sebenarnya juga mengandung polifenol EGCG, tetapi tidak sebanyak teh hijau. Proses produksi teh hitam membuat kandungan EGCG berkurang.

”Ini sangat menarik karena di negara kita banyak terdapat teh hijau, tetapi kurang optimal pemanfaatannya di bidang kesehatan,” kata Afandi, Kamis (2/2).

Salah satu rujukan yang digunakan ketiga mahasiswa adalah penelitian Anand PK, Kaul D, dan Sharma M di India tahun 2006 tentang polifenol dalam teh hijau yang mampu menghambat perkembangbiakan Mycobacterium tuberculosis. Penelitian ini mengungkapkan, mikobakterium mati setelah 12 jam dipapar EGCG dari teh hijau.

Meningkatkan kekebalan

Menurut Afandi, EGCG memiliki mekanisme sebagai immunomodulator, yakni meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang dapat membunuh mikobakterium sekaligus menurunkan sistem kekebalan yang bisa merusak sel-sel normal. Mekanisme ini tidak ditemukan pada obat anti-TB yang digunakan saat ini.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau