Menurut para ahli dari Uppsala University, Swedia, Christian Benedict, senyawa tersebut adalah NSE dan S-100B. "Adanya racun dalam otak diindikasikan dengan NSE dan S-100 B yang meningkat. Tidur memungkinkan pembersihan otak dari racun, yang ditandai menurunnya kedua senyawa dalam otak," katanya.
Menurut Benedict, hasil riset ini mendukung studi sebelumnya yang mengatakan, otak menggunakan tidur untuk membersihkan dirinya. Hasil riset juga mendukung studi yang menghubungkan peningkatan risiko Alzheimer, Parkinson, dan multiple sclerosis, dengan kekurangan tidur.
Peningkatan produksi NSE dan S-100 B, kata Benedict, meningkatkan risiko kehilangan jaringan otak. Hal ini lebih mungkin terjadi pada orang yang kurang tidur, meski dalam kondisi sehat dan berusia muda.
"Pada akhirnya, riset ini membuktikan pentingnya kualitas tidur demi kesehatan otak yang lebih baik," kata Benedict, yang risetnya dimuat dalam jurnal Sleep.
Saat ini sekitar sepertiga penduduk Inggris menderita penyakit akibat kekurangan tidur. Kebanyakan orang rata-rata hanya tidur 7 jam sehari. Padahal beberapa dekade yang lalu seseorang bisa tidur hingga 9 jam sehari.
Hal ini diperparah dengan pola tidur yang tidak teratur. Peneliti percaya, pola tidur yang tidak teratur dan kurang dari seharusnya, mengakibatkan beragam penyakit yang diderita masyarakat saat ini. Penyakit ini mulai dari sekedar pegal atau sakit di bagian tertentu, hingga serangan jantung.
Kurang tidur juga berakibat buruk pada kemampuan kognitif seseorang. Tidur kurang dari 8 jam saat malam hari berisiko menurunkan nilai intelligent quotient (IQ) keesokan harinya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.