Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/11/2015, 14:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Dokter peserta program pemahiran dan pemandirian atau internsip sebaiknya dibekali semua informasi terkait situasi penyakit hingga kondisi sosial keamanan daerah penempatan sebelum diberangkatkan. Harapannya, mereka bisa bertugas dengan aman dan tenang.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Zaenal Abidin, di Jakarta, Jumat (13/11), mengungkapkan hal itu menanggapi meninggalnya Dionisius Giri Samudra atau Andra (24) saat bertugas sebagai dokter peserta pemahiran di Rumah Sakit Cendrawasih, Kabupaten Dobo, Kepulauan Aru, Maluku.

Menurut Zaenal, dengan mengetahui informasi penyakit endemik di daerah penempatan, dokter peserta pemahiran lebih berhati-hati agar tak tertular.

Selain itu, dengan memahami dinamika sosial dan keamanan daerah penempatan, peserta pemahiran bisa bertugas tanpa terganggu perkembangan situasi daerah. "Pembekalan fisik dan mental diperlukan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pemberdayaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan Usman Sumantri menyampaikan, pembekalan bagi dokter peserta program pemahiran sebelum bertugas di lokasi penempatan baru direncanakan Kemenkes. Namun, hal itu baru bisa terealisasi tahun depan.

Dokter peserta pemahiran akan dibekali kondisi daerah penempatan, program yang ada di puskesmas dan rumah sakit, serta kemungkinan penyakit yang ditangani selama bertugas.

"Pembekalan sekitar seminggu karena tak mungkin terlalu lama. Itu baru bisa dilakukan tahun depan karena anggarannya baru disusun tahun 2015," ujarnya.

Selain itu, Kemenkes berupaya agar bantuan hidup bagi dokter peserta pemahiran tahun depan naik menjadi Rp 3 juta-Rp 4 juta dari Rp 2,5 juta per bulan saat ini.

Tahun lalu bantuan hidup Rp 1,2 juta sebulan. Dokter peserta pemahiran juga berhak atas jasa medis di rumah sakit, dan umumnya mendapat insentif tambahan dari daerah.

Program pemahiran dan pemandirian (internsip) ialah proses memantapkan mutu profesi dokter. Itu untuk menerapkan kompetensi yang didapat selama pendidikan secara terintegrasi, komprehensif, dan mandiri.

Di bawah supervisi dokter senior, dokter peserta pemahiran menjalani program itu 12 bulan (8 bulan di RS dan 4 bulan di puskesmas).

"Tak seperti dokter pegawai tidak tetap (PTT) atau tim Nusantara Sehat yang ditempatkan di puskesmas terpencil, peserta pemahiran ditempatkan di rumah sakit kabupaten dan puskemas dekat rumah sakit," ujarnya.

Penghargaan

Kepala Biro Kepegawaian Kemenkes Pattiselano Robert Johan menjelaskan, saat cuti dua minggu pulang ke Jakarta, dr Andra dalam kondisi sehat. Namun, saat akan berangkat kembali ke Dobo, ia sakit.

"Almarhum panas tinggi sehingga tertahan dua hari di Tual. Almarhum disarankan pulang lagi, berobat dulu ke Jakarta atau Ambon, tetapi tak mau. Begitu sampai di Dobo, ia pun langsung dirawat di rumah sakit," kata Robert.

Saat menerima jenazah Andra dari Bupati Kepulauan Aru di Terminal Gedung RPX Terminal Kargo Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta, Usman menyatakan, "Dr Andra, kami anugerahi penghargaan Ksatria Bhakti Husada Arutala atas jasanya melayani pasien di daerah sulit."

Seusai ibadah penghiburan di rumah duka di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, ibu dari Andra, Fransisca Ristansia (50), mengatakan, Andra tak punya riwayat penyakit khusus dan berbahaya. "Kalau sakit, hanya ringan seperti batuk, flu, dan demam biasa. Ia jarang sakit," ujarnya.

Dalam keseharian, Andra dikenal pendiam dan berkemauan keras untuk mencapai cita-citanya menjadi dokter. Andra juga mendapat beasiswa sejak di sekolah dasar hingga mahasiswa serta menuntaskan pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, tepat waktu.

Fransisca menuturkan, Rabu (3/11) malam, sebelum kembali ke Dobo, Andra bersikeras tidur dengan ibunya. Saat akan tidur, ia memeluk ibunya yang ditinggalkan selama 6 bulan karena bertugas di Dobo. (ADH/PIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com