KOMPAS.com - Bunuh diri menjadi masalah kesehatan mental yang disorot dunia.
World Health Organization (WHO) pada 9 September 2019 lalu menyebut, setiap 40 detik satu orang meninggal dunia karena bunuh diri.
Organisasi Kesehatan Dunia itu pun lantas menyerukan agar semua pihak bergandengan tangan menyusun strategi pencegahan bunuh diri.
Selain lewat program kesehatan, pecegahan bunuh diri juga diinternalisasi lewat pendidikan berkelanjutan.
Melansir Medical News Today, penyebab bunuh diri bisa dilatari berbagai faktor.
Antara lain kesehatan fisik dan mental terganggu, kesepian, menjadi korban kekerasan, atau punya pengalaman traumatis.
Baca juga: Memahami Penyebab Orang Ingin Bunuh Diri dan Cara Mencegahnya
Selain faktor fisik dan mental, di beberapa kasus juga ditemui bunuh diri terkait faktor ekonomi.
Dari penyebab tersebut, tim riset dari Emory University, di Atlanta, Georgia, AS, meneliti dampak kenaikan gaji pada angka bunuh diri di negara setempat.
Riset yang dipublikasikan di Journal of Epidemiology & Community Health itu menunjukkan, kenaikan gaji 1 dollar AS atau setara Rp 13.845 dapat mencegah bunuh diri belasan ribu orang per tahun.
Para peneliti menggunakan teknik observasi dengan mengamati gaji orang berusia 18 sampai 64 tahun, pada medio 1990 sampai 2015, di Amerika Serikat.
Baca juga: Kerja dari Rumah, Lebih Baik atau Buruk buat Kesehatan?
Sepanjang penelitian, tim menghitung ada 399.206 orang berpendidikan maksimal sekolah menengah atas yang meninggal dunia karena bunuh diri.
Sebagai perbandingan, pada periode yang sama orang berpendidikan minimal sarjana yang meninggal dunia karena bunuh diri sebanyak 140.176 orang.
Dari jumlah tersebut, tim peneliti memperkirakan kenaikan upah setidaknya Rp 13.845 atau 1 dollar AS bisa menurunkan angka bunuh diri 3,5-6 persen di kalangan orang berpendidikan maksimal sekolah menengah atas.
Kendati cukup signifikan untuk kalangan orang berpendidikan maksimal sekolah menengah atas, dampak sejenis tidak terasa untuk kelompok orang berpendidikan minimal sarjana.
Setelah mendapat kesimpulan tersebut, tim peneliti lantas memproyeksikan dampak kenaikan gaji selang enam tahun setelah resesi besar melanda AS, pada 2009 lalu.