Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Cacar Monyet yang Berpotensi Jadi Darurat Internasional

Kompas.com - 08/08/2024, 10:30 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Wabah cacar monyet (Mpox) yang terus berkembang di Afrika membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersiap untuk memutuskan adanya darurat internasional baru.

Direktur jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, sejauh ini wabah cacar monyet masih terkonsentrasi di Republik Demokratik Kongo dengan jumlah kasus yang dilaporkan tahun ini lebih dari 14.000.

Wabah di Kongo tersebut sudah terjadi sejak tahun 2023 dengan jumlah kematian mencapai 580 orang dan ada 12.600 suspek antara Januari sampai awal Desember. Itu merupakan peningkatan besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, ketika rata-rata hanya 3.770 kasus suspek dilaporkan setiap tahunnya.

"Sekarang ini jumlah kasus yang dilaporkan dalam 6 bulan terakhir di tahun 2024 sama dengan jumlah yang dilaporkan sepanjang tahun lalu dan virus telah menyebar ke provinsi-provinsi yang sebelumnya tidak terdampak," kata Tedros dalam konferensi pers.

Selain itu, dalam bulan lalu, 50 kasus telah dikonfirmasi dan lebih banyak lagi yang diduga terjadi di Burundi, Kenya, Rwanda, dan Uganda, yang bertetangga dengan Kongo.

Baca juga: 8 Gejala Mpox yang Perlu Anda Waspadai, Salah Satunya Sakit Punggung

"Saya sedang mempertimbangkan untuk segera membentuk komite darurat peraturan kesehatan internasional untuk memberi saran tentang apakah wabah Mpox harus dinyatakan sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional," katanya.

Penyakit ini pertama kali ditemukan menjangkiti manusia pada 1970 di Republik Demokratik Kongo. Penyakit ini menyebabkan demam, nyeri otot, dan lesi kulit seperti bisul yang besar.

Sebelumnya telah diketahui ada dua subtipe virus, yaitu Clade 1 yang lebih ganas dan mematikan yang endemik di Cekungan Kongo di Afrika Tengah dan Clade 2 yang endemik di Afrika Barat.

WHO telah mengeluarkan bantuan dana untuk meningkatkan respons mpox di negara-negara yang terdampak dan berupaya meningkatkan akses ke dua vaksin mpox yang tersedia.

Selain itu, uji klinis yang tengah dipersiapkan untuk diluncurkan di Afrika akan menguji vaksin tersebut sebagai pengobatan yang dapat digunakan setelah terpapar Mpox.

Baca juga: Pernah Sakit DBD Bukan Berarti Bisa Kebal Virus Dengue

Gejala Mpox

Cacar monyet disebabkan oleh virus dan akan menimbulkan gejala mirip seperti penyakit flu dan juga ruam kulit.

Penyakit Mpox menyebar lewat kontak erat dengan orang yang terinfeksi atau lewat hewan, meski kasusnya jarang.

Siapa pun bisa tertular penyakit ini. Di Afrika, kebanyakan kasus terjadi pada anak berusia kurang dari 15 tahun. Sementara kasus di luar Afrika ditemukan pada pria yang berhubungan seksual dengan pria, meski ada juga kasus yang terjadi pada kelompok lain.

Gejala Mpox baru muncul beberapa hari atau minggu terjadi penularan. Gejalanya meliputi demam, ruam, kelenjar getah bening membengkak, sakit kepala, dan nyeri otot.

Ruam pada kasus Mpox dimulai dengan bintil kemerahan yang menimbulkan nyeri dan melepuh. Bintil tersebut juga bisa ditemukan di dalam mulut, tangan, kaki, hingga organ kemaluan.

Baca juga: Infeksi yang Jadi Pemicu Sakit Perut dan Diare pada Anak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau