KOMPAS.com - Penurunan fungsi ginjal memaksa pasien penderita gagal ginjal tahap akhir melakukan terapi cuci darah (dialisis). Namun pasien harus menanggung biaya amat tinggi seumur hidup, karena terapi pengganti fungsi ginjal ini masih mahal. Solusi terbaik sebenarnya adalah pencangkokan ginjal.
Penyakit gagal ginjal tahap akhir semakin banyak diderita penduduk. Diperkirakan ada sekitar 70.000 kasus gagal ginjal tahap akhir di Indonesia dan sekitar 10 persennya menjalani terapi cuci darah dan sampai tahun 2010 baru sekitar 600 orang yang melakukan transplantasi ginjal.
Menurut Prof dr Endang Susalit, Sp.PD-KEGH, transplantasi ginjal memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan cuci darah. "Pada umumnya kualitas hidup pasien jauh lebih baik dan ketergantungannya pada fasilitas medis sangat kecil. Operasi cangkok ginjal hanya dilakukan sekali sedangkan dialisis harus seumur hidup," paparnya dalam acara media edukasi mengenai transplantasi ginjal di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) Jakarta (12/1/2012).
Dijelaskan olehnya, dibandingkan dengan negara-negara lain, jumlah pasien yang melakukan cangkok ginjal di Indonesia memang sedikit. Selain karena faktor kurang informasi, persoalan biaya yang mahal juga menjadi kendala.
"Operasi cangkok ginjal memang masih mahal, namun jika dibandingkan dengan cuci darah yang harus seumur hidup, sebenarnya lebih murah cangkok ginjal," tegasnya.
Ditambahkan oleh dr.Bonar Marbun, Sp.PD-KGH, pasien yang melakukan pencangkokan ginjal pada umumnya memiliki angka harapan hidup lebih tinggi dibanding yang melakukan dialisis. "Pendonor ginjal tidak perlu khawatir untuk memberikan ginjalnya karena usia harapan hidup mereka sama dengan populasi umum," katanya.
Transplantasi ginjal sudah dilakukan secara rutin oleh tim dokter di RSCM sejak tahun 1977 dengan standar internasional. Bahkan saat ini sudah tersedia teknik laparoskopi dengan bedah minimal invasif untuk pengambilan organ ginjal sehingga pemberi organ bisa beraktivitas normal lebih cepat.
Di Indonesia, organ ginjal didapatkan dari donor hidup yang berasal dari keluarga dekat, pasangan, atau teman. "Sebenarnya bisa juga diambil dari cadaver atau mayat, namun belum ada payung hukumnya sehingga belum diperbolehkan," kata Bonar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.