KOMPAS.com - Bahaya polusi udara bagi kesehatan tidak bisa diremehkan. Namun bagi warga perkotaan perkara menghindari polusi udara tersebut bukan hal mudah, apalagi untuk mereka yang setiap hari harus naik kendaraan bermotor. Menggunakan masker dipercaya banyak orang bisa mengurangi paparan polusi.
Menurut dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P, Ketua Divisi Paru Kerja dan Lingkungan Departemen Pulmunologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI, Rumah Sakit Persahabatan, meski penggunaan masker tidak bisa memproteksi sepenuhnya paparan polusi, tetapi penggunaan maker bisa memperkecil risiko terjadinya terkena infeksi saluran pernapasan akut.
Pada salah satu penelitian yang dimuat di British Medical Journal tahun 2009 dikatakan bahwa dari enam orang yang mempergunakan masker, maka dapat mencegah satu kejadian terjadinya ISPA. Jenis masker sendiri sangat beragam, namun yang paling banyak dijual di pasaran adalah masker tipe surgical mask (masker bedah).
"Kalau yang tipe surgical mask proteksinya masih di bawah 20 persen. Tapi kalau masker jenis N95 itu proteksinya 95 persen. Sedangkan kalau masker kain kurang dari 10 persen," katanya dalam acara Media Gathering dan Kampanye Masker 'OBH Combi Peduli', Kamis, (28/6/2012), di Jakarta.
Agus mengatakan, baik tidaknya suatu masker pada prinsipnya tergantung dari seberapa besar masker itu bisa memfiltrasi partikel. Kita tahu bahwa partikel yang masuk ke dalam mulai saluran napas atas sampai paru itu memiliki diameter di bawah 10 mikron.
Penggunakan masker kain dan masker bedah sebenarnya kurang efektif untuk memfiltrasi partikel dan pajanan polutan. Sedangkan masker N95 jauh lebih baik karena masker ini mampu memfiltrasi partikel yang berukuran hingga 0,5 mikron. Sementara kita tahu bahwa kuman-kuman itu memiliki diameter rata-rata dibawah 5 mikron.
"Kalau misalnya mau yang bagus, pakailah masker yang terstandar, yang bisa memproteksi. Memang kita tidak bisa jamin 100 persen, tapi proteksi masker yang diatas 90 persen itu yang sebetulnya disarankan," jelasnya.
Kendati begitu menurut Agus masker yang terstandar sekalipun masih punya kekurangan karena tidak bisa memproteksi gas yang masuk. Oleh karenanya pajanan seperti CO (Karbon Monoksida) dan NO (Nitrogen Monoksida) masih tetap bisa tembus sekalipun memakai masker N95.
Beberapa hasil penelitian mengindikasikan, semakin lama seseorang terpajan (terpapar) bahan polutan, semakin besar mempunyai risiko gangguan saluaran napas. Rata-rata penelitian menyebutkan, apabila seseorang terpajan rutin tiap hari selama 5 tahun, biasanya sudah ada gangguan pada sistem saluran napas.
"Infeksi yang masih di fase awal, belum sampai terjadi radang di paru biasanya lebih mudah diatasi. Tapi kalau sudah terjadi radang, dan kuman turun ke saluran napas bawah, bisa memicu pneumonia," jelasnya.
Tingkat pencemaran udara di kota Jakarta memang sudah sangat memprihatinkan. Bahkan saat ini Jakarta tercatat sebagai kota dengan tingkat polusi tertinggi di dunia setelah Mexico City (Meksiko) dan Bangkok (Thailand).
Menurut data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007, prevalensi ISPA masih cukup tinggi yaitu sebesar 25,50 persen dari penduduk Indonesia. Di tahun 2012, ISPA menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak yang terdapat di masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.