Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/07/2012, 07:39 WIB

Jakarta, Kompas - Setidaknya 25 juta orang di Indonesia diperkirakan terjangkit hepatitis B dan hepatitis C. Namun, bahaya penularan penyakit ini kerap tidak disadari karena perjalanan penyakit yang sangat lambat dan tanpa gejala.

Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Subuh menegaskan, Indonesia termasuk negara dengan prevalensi hepatitis B tinggi, di atas 8 persen. ”Jumlah terinfeksi hepatitis B lebih tinggi daripada hepatitis C,” katanya pada temu media Kemenkes di Jakarta, Jumat (20/7), menyambut Hari Hepatitis Sedunia.

Banyak orang yang terjangkit hepatitis B dan C tak menyadari dirinya terjangkit. Ketiadaan gejala sakit membuat penderita tak memeriksakan diri.

Subuh menambahkan, dari 25 juta orang yang diduga terjangkit hepatitis B, sekitar 12,5 juta orang di antaranya rawan terkena penyakit hati kronik, 10 persen berisiko penyakitnya berkembang menjadi pengerasan hati, dan sekitar 1,25 juta orang berisiko terkena kanker hati.

Tak sadar dan lambat

Dokter Rino A Gani dari Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia menyatakan, sekitar 20 persen orang dengan hepatitis B dan C mengetahui dirinya terinfeksi. Sekitar 80 persen tidak tahu dirinya membawa virus di dalam tubuh.

Perjalanan hepatitis menjadi parah sangat lambat. Akibatnya, infeksi itu terabaikan dan rawan menular. ”Infeksi yang berkembang jadi pengerasan hati butuh waktu 20-30 tahun. Berkembang jadi kanker mencapai 30-40 tahun. Penyakit hati parah lebih sulit diobati, biaya pengobatan lebih dari Rp 100 juta,” ujarnya.

Di sisi lain, lanjut Rino, lambatnya penyakit menjadi peluang orang yang terjangkit untuk segera tes kesehatan dan berobat.

Meskipun jumlah penderita terhitung tinggi, menurut Subuh, pemerintah belum melakukan penapisan massal. ”Kami harus mengkaji kesiapan dan efektivitas penapisan massal. Butuh anggaran besar. Fasilitas kesehatan dan obat juga harus disiapkan,” ujarnya.

Biaya penapisan menggunakan alat tes diagnostik cepat sekitar Rp 50.000 per tes. Setelah diketahui positif hepatitis, harus dilakukan beberapa kali tes laboratorium dengan biaya Rp 2 juta per tes.

Sejauh ini, pencegahan diupayakan, antara lain, lewat vaksin hepatitis B pada bayi baru lahir sejak 1997, pemutusan rantai penularan dari ibu kepada bayi, serta penapisan darah donor dari hepatitis B dan C. Tidak kalah penting ialah promosi perilaku hidup sehat, seperti cuci tangan memakai sabun yang dapat mencegah penularan hepatitis A dan E atau mencegah penularan hepatitis B dan C dengan tak berbagi alat cukur. (INE)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau