KOMPAS.com — Setelah mengemban tugas sebagai pemimpin Gereja Katolik selama 8 tahun, Paus Benediktus XVI mengumumkan pengunduran dirinya. Kesehatan yang terus menurun menjadi alasan ia melepaskan jabatannya pada akhir Februari 2013.
Dalam pidatonya kepada anggota Dewan Gereja, Benediktus XVI menyatakan, sebagai Paus membutuhkan kekuatan tubuh dan pikiran untuk mengikuti cepatnya perubahan dunia.
"Setelah menelaah kesadaran saya berkali-kali di hadapan Tuhan, saya telah sampai pada suatu kepastian bahwa kekuatan saya, akibat usia tua, tak lagi memadai untuk menjalankan pemerintahan Santo Petrus. Saya sadar sepenuhnya bahwa pemerintahan ini, terkait sifat spiritualnya yang penting, harus dijalankan tak hanya dengan kata-kata dan kebajikan, tetapi juga tak kurang dengan doa dan penderitaan...."
Dr Daniel Simon, direktur University Hospital Harrington Heart and Vascular Institute di Ohio, mengatakan, untuk orang seusia Benediktus XVI (85 tahun) ia kagum dengan beratnya beban tanggung jawab yang harus dipikulnya.
Meski tidak pernah merawat Paus, Simon menduga Paus mengalami gangguan jantung kongestif. "Ini adalah penyakit yang banyak diderita orang seusia beliau. Gagal jantung kongestif menyebabkan kelelahan dan hilangnya kekuatan," kata Simon.
Gagal jantung kongestif terjadi karena adanya jaringan jantung yang rusak sehingga otot jantung tidak dapat memompa cukup banyak darah keluar dari jantung. Akibatnya, aliran darah menuju jaringan dan organ di seluruh tubuh berkurang dan menimbulkan napas yang pendek, kelelahan, serta membengkaknya tumit dan kaki.
Pada tahun 2005, Benediktus XVI terpilih sebagai Paus tertua dalam sejarah ketika ia terpilih dalam usia 78 tahun.
Paus yang terkenal sebagai pemikir gereja ini tidak pernah menyembunyikan kondisi kesehatannya. Ia menderita artritis pada lutut, panggul, dan pergelangan kakinya. Menurut koran Guardian, ia dua kali dirawat di rumah sakit sejak tahun 1990 setelah menderita stroke hemoragik. Serangan stroke itu juga memengaruhi penglihatannya.
Pada bulan Agustus 1992, Paus jatuh tak sadarkan diri dan mengalami perdarahan. Paus juga mengalami stroke kedua kalinya pada bulan Mei 2005. Menurut keterangan resmi Vatikan, hal itu disebabkan karena kondisi jantungnya. "Tidak ada sesuatu yang serius," kata juru bicara Vatikan seperti dikutip ABC News mengenai kondisi Paus saat itu.
Meski begitu, saudara laki-laki Paus, Georg Ratzinger (89), mengatakan bahwa akhir-akhir ini Paus semakin sulit berjalan dan sudah mempertimbangkan untuk mengundurkan diri. "Usia mulai mengalahkannya. Pada usianya sekarang ia ingin lebih banyak waktu beristirahat," katanya.
Menurut Simon, kesulitan dalam berjalan bisa disebabkan oleh banyak faktor. Pada usia Paus sekarang, biasanya dipicu oleh gangguan saraf, artritis, atau penyakit kardiovaskular.
Gagal jantung kongestif dan stroke bisa berkaitan karena penyebab utamanya adalah gangguan irama jantung, yang timbul karena gagal gantung.
Simon mengatakan bahwa Paus saat ini berada di tangan dokter-dokter terbaik. Namun, menurutnya, masalah yang banyak dihadapi oleh warga senior (geriatri) adalah polifarmasi.
"Para lansia yang mendapatkan berbagai obat dan tim dokter harus memastikan tidak adanya efek samping dari interaksi obat tersebut."
"Obat akan dibersihkan oleh ginjal dan karena pada orang tua fungsi ginjalnya mulai menurun, maka perlu diperhatikan dengan cermat dosisnya," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.