Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggap Tabu, Kesehatan Reproduksi Wanita Indonesia Buruk

Kompas.com - 31/01/2014, 10:27 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis

KOMPAS.com – Kesehatan wanita dan remaja di Indonesia, terutama terkait reproduksi, masih sangat buruk. Hal ini kemungkinan dikarenakan rendahnya kesadaran wanita dan remaja terhadap pentingnya memiliki reproduksi sehat. Sebab lainnya adalah budaya yang menganggap reproduksi adalah sesuatu yang tabu.

"Mutu kesehatan wanita dan remaja Indonesia, utamanya yang terkait reproduksi memang masih buruk. Kita bisa lihat tingginya angka kematian ibu usai persalinan, yang tentunya berkaitan dengan kesehatan reproduksinya,” kata Menteri Kesehatan RI, Nafsiah Mboi, saat temu media peluncuran hasil penelitian penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), di Jakarta, Kamis (30/1/2014).

Menurut data dari Survei Demografi dan Kependudukan (SDKI) 2013, angka kematian ibu (AKI) ibu mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini termasuk yang tertinggi untuk negara kawasan Asia Pasifik. Angka ini jauh dari target AKI untuk Millenium Development Goal (MDG’s) yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup.

Menurut Nafsiah tingginya AKI bisa ditekan, bila ada perbaikan mutu pada kesehatan reproduksi wanita dan remaja. “Masalah ini memang masih ada pada sebagian besar negara berkembang. Meski begitu tidak ada alasan untuk tak menurunkan angka AKI, sehingga target MDG’s bisa tercapai,” kata Nafsiah.

Untuk peningkatan tersebut, Nafsiah berencana membangun puskesmas yang lebih ramah pada remaja dan wanita. Perbaikan dilakukan pada sasaran kesehatan primer, yang lebih dekat dan mudah dijangkau masyarakat. Keramahan yang diterima, diharapkan bisa menarik masyarakat untuk sekadar konsultasi maupun melakukan pemeriksaan.

Lebih jauh Nafsiah menjelaskan, Indonesia tergolong telat menyadari buruknya kualitas kesehatan wanita dan remaja di Indoneisa. “MDG’s sudah ditentukan sejak 2001, namun kita baru melaksanakannya sekitar 2004/2005. Itupun masih terganjal masalah data dan dana. Namun tetap saja kita harus mengusahakan yang terbaik untuk kesehatan wanita dan remaja,” tuturnya.

Perbaikan kesehatan reproduksi pada wanita dan remaja, jelas Nafsiah, merupakan upaya yang membutuhkan peran utama masyarakat. Mayarakat harus turut aktif mendorong wanita dan remaja untuk rutin berkonsultasi atau memeriksakan diri di pusat layanan kesehatan primer. Masyarakat juga tidak boleh bergosip atau menyebarkan berita tidak enak, bila ada wanita atau remaja yang memeriksakan reproduksinya di pusat layanan kesehatan primer. Dengan cara ini wanita dan remaja bisa lebih nyaman memeriksakan kesehatan reproduksinya.

“Perbaikan kesehatan wanita dan remaja, adalah upaya memperkuat kesehatan dari hulu ke hilir. Selama ini kita hanya memperhatikan upaya perbaikan di hilir, seperti perbaikan fasilitas, tanpa memperbaiki upaya di hulu yang juga bisa memberi pengaruh besar,” kata Nafsiah.

 

         

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com