Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/04/2014, 15:45 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

KOMPAS.com -   Banyak orang mengatakan dunia politik itu keras. Hal tersebut bisa kita lihat dari sengitnya persaingan para calon anggota legislatif dalam memperebutkan kursi. Mereka harus mengorbankan waktu, tenaga, dan uang yang tidak sedikit selama masa kampanye. Karena itu jika seorang caleg adalah orang yang rentan stres, sebaiknya pikir ulang sebelum mencalonkan diri.

Rentan tidaknya seseorang terhadap stres dipengaruhi oleh banyak hal. Kepribadian, gen, dan pengalaman masa lalu akan memengaruhi bagaimana cara kita mengatasi situasi yang menimbulkan stres itu. Faktor kerentanan stres dari dalam diri disebut juga dengan faktor internal.

Dokter Andri Sp.KJ mengatakan, munculnya stres hingga menjadi gangguan kejiwaan bisa dikarenakan seseorang memang rentan. Kerentanan tersebut berhubungan dengan faktor internal yang meliputi faktor biologis dan psikologis.

"Stres tidak bisa dipisahkan dari faktor biologis. Memang ada seseorang yang otaknya rentan mengalami stres," ujar Andri saat dihubungi Kompas Health, Selasa (8/4/2014).

Faktor biologis berhubungan dengan daya adaptasi dari otak, neurotransmiter, ataupun hormonal. Andri mengatakan, faktor biologis kebanyakan dipengaruhi oleh genetika sehingga tidak bisa diubah.

Sementara itu, faktor psikologis berhubungan dengan kedewasaan berpikir. Pada caleg, kata Andri, kedewasaan berpolitik itu penting untuk mengelola stres dari keikutsertaan menjadi caleg.

"Nyaleg itu tidak mudah, pasti banyak stresor (pemicu stres) yang harus dihadapi. Kalau tidak mampu menahan tekanan, maka rentan mengalami gangguan. Itulah kenapa kedewasaaan berpolitik itu diperlukan," jelasnya.

Kedewasaan berpolitik yang dimaksud Andri hampir sama dengan kedewasaan berpikir, termasuk kemampuan untuk menerima keputusan. Dengan bersikap menerima keputusan, maka seseorang akan lebih sanggup menghadapi stresor dan tetap sehat secara kejiwaan.

Kedewasaan berpikir tersebut juga berhubungan dengan kemampuan bersikap toleran. Menurut buku kesehatan keluarga Mayo Clinic, salah satu dari seluruh strategi mengelola stres adalah bersikap toleran, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap keadaan yang tak terkendali. Kita perlu bisa memahami dan menerima bahwa perubahan, entah itu kegagalan atau kebahagiaan, akan terus terjadi, suka atau tidak.

Lebih lanjut Andri menjelaskan, gangguan kejiwaan tidak hanya dipengaruhi satu faktor saja. Sehingga pendekatan kejiwaan dipastikan melibatkan multifaktor.

"Maka misalnya caleg mengalami stres, perlu dipahami, tidak selalu mereka memang rentan. Tapi tekanan yang datang terus menerus lama-lama juga bisa membuat seseorang tertekan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau