Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/04/2014, 15:35 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

 

KOMPAS.com — Untuk mencegah terulangnya perilaku pencabulan terhadap anak-anak, pelaku sodomi perlu diberikan terapi selama di dalam tahanan. Terapi yang dilakukan seksolog tersebut bertujuan untuk mengubah orientasi seksualnya atau paling tidak menekan keinginannya untuk berbuat kekerasan seksual terhadap anak.

"Kalau cuma dihukum sesuai dengan Pasal KUHP sekarang, pelaku hanya dihukum maksimal lima tahun. Tidak akan memberikan efek jera. Yang ada, setelah bebas, pelaku berpotensi besar melakukan kekerasan seksual lagi," kata pengajar dan konselor seks dari University of Minnesota, Naek L Tobing, saat dihubungi Kompas Health, Kamis (17/4/2014).

Pasal KUHP yang mengatur mengenai pencabulan ada dalam Pasal 289-296. Di sana diatur mengenai istilah perbuatan cabul, termasuk pencabulan terhadap anak, serta hukuman bagi pelakunya.

Naek mengatakan, saat dalam masa hukuman, pelaku yang memiliki kelainan tidak akan mendapatkan kepuasan seks sehingga, saat selesai masa hukuman, pelaku kemungkinan akan mencari kembali lagi korban anak-anak.

Paedofilia ialah kelainan seksual yang dicirikan dari memiliki hasrat seks pada anak-anak. Penyalurannya bisa melalui pemerkosaan terhadap anak perempuan dan sodomi pada anak laki-laki. Paedofilia juga bisa berarti kombinasi dari keduanya.

Menurut Naek, jika ada intervensi seksolog dalam masa hukuman, pelaku bisa dilatih untuk mengubah cara pandangnya soal seks dan mulai dapat menikmati berhubungan seks dengan lawan jenis dewasa. Pelatihan tersebut dilakukan perlahan-lahan melalui bantuan profesional.

"Meskipun ada pula paedofil yang sudah tidak dapat diubah, tetapi paling tidak, keinginannya untuk melakukan kekerasan seksual pada anak dapat ditekan dan dikendalikan. Untuk memuaskan hasrat seks, mereka bisa melakukan masturbasi," ujar dokter spesialis kejiwaan ini.

Nantinya, seksolog akan menentukan apakah seorang paedofil sudah bisa lepas masa hukuman atau belum. Parameternya ialah dari potensi pelaku untuk melakukan tindakan kekerasan seksual si pelaku itu sendiri.

"Jika potensinya sudah sangat kecil, dan pelaku mampu menyalurkan seks dengan cara yang normal, maka dia baru boleh mengakhiri masa hukumannya," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau