Menurut Program Manager Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) , Melly Windi Lianti, anak-anak yang mengalami kasus kekerasan seksual dapat berisiko tertular HIV. Ini karena pelaku kekerasan seksual kebanyakan adalah orang yang senang berganti-ganti pasangan.
"Biasanya pelaku adalah orang terdekat korban, bisa ayah, paman, atau seseorang yang dikenalnya. Seringkali kasus terlambat diidentifikasi penularannya karena penyidikannya lebih ke arah psikologis anak," kata Melly.
Keterlambatan deteksi dan diagnosis penyakit menurut Melly bisa membuat intervensi penyakit lebih sulit dilakukan.
Kasus lain misalnya ditemukannya tujuh orang anak di Situbondo yang mengalami kekerasan seksual. Anak-anak berusia 6 sampai 12 tahun itu mengalami kekerasan yang dilakukan oleh seorang waria pengidap pedofilia yang suka berganti-ganti korban. Walaupun hasil pemeriksaan menunjukkan anak itu negatif HIV, namun risiko untuk tertular HIV tetap tinggi.
Melly mengungkapkan, jika anak yang menjadi korban malu untuk mengakui bahwa mereka mengalami kekerasan, maka pelaku semakin leluasa beraksi sehingga makin banyak pula korban lain yang mungkin tertular penyakit.
"Banyak anak-anak yang tak ingin dijauhi teman-temannya sehingga mereka malu mengenai kekerasan seksual yang dialaminya," katanya.
Pemerintah Indonesia sendiri di berbagai forum nasional dan internasional telah berkomitmen untuk memperbaiki penanganan kekerasan seksual sebagai agenda prioritas lima tahun ke depan. Melly kembali menambahkan semua elemen masyarakat perlu secara proaktif turut serta dalam pembahasan tersebut agar dapat menghasilkan kebijakan yang lebih komprehensif untuk memenuhi hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan. (Eva Erviana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.