Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/01/2015, 16:23 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
– Peredaran obat maupun makanan ilegal masih marak di Indonesia. Sepanjang tahun 2014, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengklaim telah menemukan bahan pangan ilegal dan tidak memenuhi ketentuan pengawasan rutin dan intensifikasi selama bulan Ramadhan, Idul Fitri, Natal, hingga jelang tahun baru 2014, senilai lebih dari Rp 33 miliar.

BPOM juga mengaku telah menyita obat tradisional ilegal dan yang mengandung bahan kimia obat senilai hampir Rp 27 miliar, serta lebih dari Rp 32 miliar kosmetik ilegal maupun yang mengandung bahan berbahaya.

Meski demikian, kasus peredaran obat maupun makanan ilegal belum mengalami penurunan yang signifikan.

“Saya harus jujur bahwa upaya kamu belum sepenuhnya berhasil. Ini adalah fenomena gunung es. Akar masalahnya belum tertangani dengan baik,” ujar Kepala Badan POM Roy Sparringa di kantornya, Jakarta, Senin (12/1/2014).

Roy mengaku pihaknya telah melakukan investigasi awal dan pemyidikan kasus tahun 2014 untuk membuat efek jera. Selama tahun 2014, terdapat 583 kasus pelanggaran, dengan rincian sebanyak 202 kasus diproses hingga pengadilan dan 381 kasus dengan pemberian sanksi administratif.

Menurut Roy, hukuman yang diberikan pengadilan nyatanya belum cukup untuk membuat produsen maupun pelaku usaha produk obat-obatan dan makanan ilegal jera.

Sejauh ini, putusan pengadilan tertinggi untuk pengedaran kosmetik tanpa izin edar yaitu 2,5 tahun penjara. Lainnya, untuk peredaran obat tanpa kewenangan dan keahlian hanya pidana 8 bulan penjara dengan percobaan 10 bulan dan denda Rp 600 ribu subsider 1 bulan kurungan penjara.

Ada pula hukuman untuk peredaran pangan yakni, pidana penjara 10 bulan dan masa percobaan 1 tahun, dengan denda Rp 2 juta subsider 2 bulan kurungan penjara.

Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, ancaman pidana penjara maksimal yaitu 15 tahun dan denda maksimal Rp 1,5 miliar untuk kasus peredaran obat, obat tradisional, dan kosmetik ilegal. Sementara itu, untuk pangan ilegal,  ancaman hukumannya maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 10 miliar sesuai diatur dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan

Roy mengaku ingin membicarakan masalah hukuman tersebut dengan pihak kepolisian kejaksaan.

“Saya mengagendakan pertemuan dengan kepolisian dan kejaksaan. Saya rasa persepsi harus sama. Untuk kepolisian sudah, tetapi pihak kejaksaan belum dapat waktu,” kata dia.

Salah satu maraknya peredaran produk ilegal itu, lanjut Roy, akibat banyaknya pelabuhan tikus di wilayah perairan Indonesia. Menurut Roy, harus ada kerja sama lintas sektor untuk mengatasi hal ini. “Seperti di Batam, itu terbuka sekali. Kami minta pelabuhan masuk di satu titik saja,” imbuh Roy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau