Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/02/2015, 16:00 WIB


KOMPAS.com —
Belum semua dokter menerima dan mau menyarankan pasiennya agar mengonsumsi jamu sebagai pilihan terapi komplementer. Padahal, sejumlah jamu saintifikasi telah lolos uji klinis dinyatakan aman dan berkhasiat.

Direktur Medis Rumah Sakit Umum Pemerintah Soeradji Tirtonegoro Klaten Djoko Windoyo mengemukakan hal itu, Jumat (6/2), di Klaten. "Sulit meyakinkan dokter yang ada di rumah sakit untuk mau menerima jamu sebagai alternatif terapi komplementer," ujarnya.

"Sebelum menggunakan jamu, dokter pasti ingin ada bukti dulu bahwa penggunaan jamu aman dan bermanfaat. Jadi, perlu waktu untuk memberi pemahaman pada mereka. Saya yakin kalau makin banyak dokter saintifikasi jamu, kian banyak yang menerima jamu sebagai terapi komplementer alternatif," tuturnya.

RS Soeradji Tirtonegoro merupakan bagian dari jejaring saintifikasi jamu Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu, Jawa Tengah. Sejak 2010, RS itu mempunyai poliklinik rosela yang memberi layanan komplementer alternatif jamu. Jamu di poliklinik tersebut dipasok dari B2P2TOOT.

Beberapa jenis jamu yang ada antara lain jamu untuk asam urat, kencing manis, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, obesitas, wasir, rematik, dan batu ginjal. Jamu diberikan berbentuk sediaan rebusan dan kapsul.

Djoko mengatakan, pasien yang disarankan berobat ke Poliklinik Rosela RS Soeradji Tirtonegoro kebanyakan dari dokter spesialis penyakit dalam dan ahli ortopedi. Jamu yang dipakai di poliklinik itu kebanyakan adalah jamu obesitas, kencing manis, darah tinggi, mag, dan kolesterol.

Kepala B2P2TOOT Tawangmangu Indah Yuning Prapti memaparkan, hingga kini pihaknya telah melatih 384 dokter saintifikasi jamu dari beberapa daerah. Harapannya, kian banyak dokter paham khasiat tanaman obat di Indonesia sehingga mau memasukkan jamu dalam pengobatan. Namun, dari total jumlah dokter saintifikasi jamu tersebut, hanya 27 persen di antaranya yang aktif menjadikan jamu sebagai terapi bagi pasien. (ADH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau