Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/04/2015, 15:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga pangan akan mengurangi asupan gizi masyarakat sehingga meningkatkan kasus kurang gizi. Jika tidak segera di atasi, kecerdasan dan daya tahan manusia Indonesia terancam. Dalam jangka panjang, mereka akan menjadi beban negara akibat produktivitas rendah dan risiko penyakit degeneratif lebih besar.

Guru Besar Universitas Filipina Los Baños Salvador P Catelo dalam Kongres II Asosiasi Ekonomi Kesehatan Indonesia,di Jakarta, Rabu (8/4), mengatakan, tantangan pangan global bukan hanya produksi pangan cukup, melainkan juga harga pangan rasional. "Tingginya harga pangan tak hanya bisa menurunkan pasokan, tetapi mengurangi asupan gizi masyarakat," ujarnya.

Dalam konteks Indonesia, beberapa waktu lalu, harga pangan naik signifikan. Penyebabnya beragam, mulai dari pasokan kurang, nilai tukar rupiah turun, hingga kenaikan harga bahan bakar minyak. Meski kenaikan harga bersifat sementara, hal tersebut bisa berdampak panjang pada kesehatan dan mutu manusia Indonesia.

Dalam kondisi harga pangan relatif stabil, 37,2 persen anak balita Indonesia pada 2013 memiliki tinggi tubuh lebih pendek dari semestinya (stunting). Sementara prevalensi gizi buruk 5,7 persen dan gizi kurang 13,9 persen. Kondisi itu menjadikan Indonesia sebagai negara keempat di ASEAN yang memiliki prevalensi gizi buruk tertinggi setelah Kamboja, Laos, dan Myanmar.

Meski demikian, Salvador mengatakan, masalah pangan bukan hanya tentang ketersediaan dan keterjangkauan, melainkan juga pemanfaatan dan keberlanjutan. Karena itu, selain penyiapan makanan hingga tersaji di atas meja perlu diperhatikan, peningkatan pengetahuan masyarakat mengolah makanan ditingkatkan.

Risiko

Kurang gizi pada anak balita perlu mendapat penanganan serius dan segera. Jika tidak dilakukan, kurang gizi bisa berlanjut hingga mereka berusia remaja, bahkan hingga dewasa dan melahirkan generasi berikutnya.

Menteri Kesehatan Nila Djuwita F Moeloek menyatakan pentingnya memperhatikan gizi remaja putri. Anemia yang mereka alami sejak remaja membuat mereka berisiko tinggi saat hamil dan persalinan dan kondisi gizi janin yang dikandung kurang.

"Kesehatan remaja putri perlu diperhatikan serius," ujarnya. Salah satu yang bisa dilakukan untuk mengatasi anemia pada remaja putri adalah menggencarkan pemberian zat besi tambahan. Jika itu tak dilaksanakan, kerugian negara akibat anemia Rp 10 triliun per tahun.

Penanganan gizi bermanfaat bagi sektor kesehatan dan juga pembangunan bangsa keseluruhan. Investasi negara untuk gizi bisa menambah pendapatan domestik bruto negara 2-3 persen. Tiap 1 dollar AS yang dibelanjakan negara bagi perbaikan gizi masyarakat memberi imbal balik hingga 30 dollar AS bagi negara.

Investasi negara dalam gizi akan menekan jumlah penderita penyakit degeneratif saat mereka dewasa. Selama lebih dari setahun penerapan Jaminan Kesehatan Nasional, dana yang terkumpul terbanyak dikeluarkan untuk pengobatan sejumlah penyakit degeneratif.

Meski manfaat investasi gizi amat besar, untuk menjalankannya butuh komitmen kuat semua pihak. Karena itu, Nila mengingatkan pentingnya pemenuhan anggaran kesehatan 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD di luar gaji sesuai amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. (MZW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com