Hal itu mengemuka pada diskusi panel bertema "Peta Masalah Jaminan Kesehatan Masyarakat" di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (6/8).
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Donald Pardede menyatakan, perbandingan iuran dari kelompok peserta mandiri dengan manfaat yang diterima dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tinggi. Pola penyakit juga berubah. Itu menjadi tantangan keberlanjutan JKN.
Target kepesertaan kelompok peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri semula 600.000 orang. Dalam perkembangannya, kini tercatat ada lebih dari 10 juta peserta.
Dari sisi capaian kepesertaan, itu dinilai berhasil. Namun, keberlanjutan JKN terancam menyusul tingkat utilisasi kelompok PBPU yang tinggi, tetapi dengan kolektabilitas atau tingkat pengumpulan iuran rendah. "Klaim biaya kesehatan dari peserta kelompok ini mencapai 1.300 persen," kata Donald.
Hal itu terjadi karena sebagian peserta PBPU mendaftar saat sakit dan butuh biaya berobat. Selain itu, perubahan pola penyakit yang semula didominasi penyakit infeksi menjadi penyakit tak menular kian menimbulkan masalah dalam program JKN.
Fasilitas rujukan
Kondisi itu mengakibatkan sebagian besar dana JKN terserap untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut dibandingkan fasilitas kesehatan tingkat pertama. Untuk itu, BPJS Kesehatan memaksimalkan kepesertaan dari kelompok pekerja penerima upah (PPU).
Menurut Kepala Grup Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan Togar Siallagan, solusi tingginya utilisasi kelompok PBPU adalah menarik sebanyak mungkin warga sehat untuk jadi peserta. Namun, belum diketahui pasti efektivitas sosialisasi untuk menarik peserta produktif.
Kepala Departemen Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi menambahkan, pada triwulan I-2015, perbandingan manfaat yang diterima dengan iuran dari kelompok PBPU turun menjadi 200-300 persen. Sebelumnya, perbandingannya mencapai 1.300 persen pada pertengahan 2014 dan 600 persen akhir 2014.
"Di awal program, sebagian besar yang mendaftar adalah mereka yang sakit (adverse selection). Itu wajar. Akhirnya pertumbuhannya melambat dan peserta kian matang," ujarnya. Hal itu karena ada intervensi dari BPJS Kesehatan berupa waktu pendaftaran 14 hari dan kebijakan pendaftaran satu keluarga sekaligus.
Ketua Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Hasbullah Thabrany berpendapat, tingginya penggunaan JKN oleh peserta PBPU sebenarnya bisa diatasi. Caranya, pemerintah memakai penerimaan negara dari cukai hasil tembakau untuk membiayai JKN.
"PBPU adalah kelompok masyarakat menengah ke bawah yang banyak perokoknya. Tinggal naikkan harga rokok dan sebagian penerimaan dari cukai rokok itu untuk JKN," kata Hasbullah. Peningkatan kepesertaan PPU sulit dilakukan jika mutu layanan tak diperbaiki. (ADH)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.