KOMPAS.com - Sindrom HELLP merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang bisa mengancam jiwa ibu hamil bahkan janin. Biasanya terjadi di usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau saat memasuki trimester kedua, bahkan setelah melahirkan.
Angka kematian global pada ibu hamil karena sindrom HELLP telah mencapai 25% per tahun. Itulah mengapa, sangat penting bagi ibu hamil untuk menyadari gejalanya dan mendapati penanganan tepat.
Sindrom HELLP sendiri ditemukan oleh Dr. Louis Weinstein tahun 1982, yang memiliki arti: H (hemolysis, yaitu hancurnya sel darah merah), EL (Elevated Liver-enzymes, yaitu peningkatan enzim hati), serta LP (Low Platelet-count, yaitu trombosit rendah).
Apa saja gejalanya?
Sindrom HELLP biasanya dikenali sebagai preeklamsia berat, ditandai dengan tekanan darah tinggi dan naiknya kadar protein dalam urin ibu hamil. Beberapa ibu hamil yang mengalami sindrom HELLP melaporkan beberapa gejala ini:
- Sakit kepala.
- Mual, muntah, dan rasa sakit setelah makan.
- Nyeri di bagian dada saat nafas dalam.
- Mata berkunang-kunang.
- Pendarahan.
- Pembengkakan pada kali, tangan, dan daerah lainnya.
- Kejang.
Siapa saja yang berisiko terkena HELLP?
Untuk ibu hamil dengan riwayat tekanan darah tinggi, stroke, atau gangguan hati, memiliki risiko lebih besar terkena preeklamsia dan mengarah pada sindrom HELLP. Pemeriksaan tekanan darah dan urin dirasa sangat penting selama kehamilan. Di Amerika, 5-8% wanita hamil mengalami preeklamsia dan 15% di antaranya mengalami sindrom HELLP. Artinya, sebanyak 48.000 wanita hamil di Amerika berisiko terkena sindrom HELLP per tahunnya.
Apa dampaknya pada janin?