Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/10/2015, 14:50 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Lebih dari 80 persen klien layanan pengguguran kandungan aman di 12 Klinik Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia pada 2008-2013 adalah perempuan menikah, separuhnya berusia lebih dari 30 tahun.

Kehamilan tak diinginkan pada kelompok perempuan itu menandai tak optimalnya program keluarga berencana.

"Selama ini, remaja selalu dituding sebagai pelaku terbesar aborsi. Padahal, data menunjukkan sebaliknya," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Catharina Wahyurini dalam Lokakarya Sosialisasi Program PKBI di Jakarta, Sabtu (17/10).

Alasan terbesar pengguguran kandungan perempuan dewasa dan menikah itu adalah merasa sudah cukup anak.

Lebih dari 123.000 klien mengunjungi klinik PKBI yang tersebar di 12 kota pada 2000-2013. Dalam kurun waktu itu, perempuan berusia kurang 21 tahun pelaku aborsi turun tajam dari 12 persen pada 2000-2003 jadi 5,93 persen pada 2012-2013.

Alasan aborsi karena belum menikah turun dari 15,2 persen pada 2000- 2003 menjadi 8,48 persen pada 2008-2011.

Layanan pengguguran kandungan aman pada perempuan dengan kehamilan tak diinginkan oleh PKBI mengacu pada standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Federasi Keluarga Berencana Internasional (IPPF). Layanan diberikan komprehensif, mulai dari konseling sebelum dan sesudah pengguguran kandungan, tindakan medis, hingga pemasangan kontrasepsi.

"PKBI tak ingin mereka yang pernah aborsi melakukannya lagi di kemudian hari sehingga langsung dilakukan pemasangan kontrasepsi," ucap Kepala Bidang Program PKBI Fahmi Arizal.

Aborsi aman

Sebelum datang ke klinik PKBI, lebih dari separuh klien pernah berusaha menggugurkan kandungan dengan pijat, minum jamu atau obat keras, serta mendapat bantuan dari dukun atau tenaga medis dan kesehatan lain.

Kurang terbukanya informasi lembaga yang melayani aborsi aman membuat banyak masyarakat mengakses aborsi tak aman di klinik ilegal.

Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengizinkan aborsi untuk alasan kedaruratan medis dan bagi korban pemerkosaan dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia No 4/2005 tentang Aborsi juga membolehkan aborsi sebelum janin berumur 40 hari. Namun, informasi lembaga yang melayani aborsi aman tertutup.

Menurut Catharina, kuatnya isu moral terkait aborsi dan besarnya pro-kontra masyarakat membuat pemerintah belum mengakui layanan aborsi aman sebagai layanan kesehatan reguler. Selain itu, jika layanan aborsi aman diumumkan terbuka, dikhawatirkan mendorong kian banyak pengguguran kandungan.

"Tak mudah bagi perempuan memutuskan aborsi. Butuh kesiapan mental dan bisa mengatasi trauma setelah aborsi," ujarnya.

Sulitnya keputusan aborsi berlaku umum, termasuk pada korban pemerkosaan. Meski sejumlah negara melegalkan aborsi secara terbuka, jumlah pelaku aborsi tak otomatis melonjak.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau